MENGUBAH PARADIGMA ENTREPRENEURSHIP MEWUJUDKAN PRIBADI LUHUR BERKARAKTER

Oleh : Supadma Rudana*

Sebuah bangsa yang besar, demikian pula pribadi seseorang yang terpujikan dan berintegritas (terpercaya serta bermartabat), selalu dinyatakan karena memiliki karakter. Dalam pengertian paling dasar, karakter adalah segugusan nilai-nilai hakiki yang unggul, dan dalam prosesnya kemudian membentuk jati diri; merefleksikan keluhuran sikap dan perilaku yakni: beriman serta bertakwa, berbudi pekerti luhur, cerdas, berdisiplin, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian tangguh dan mandiri serta memiliki tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Di samping nilai-nilai hakiki tersebut di atas, bangsa yang besar atau pribadi yang unggul, juga memiliki semangat, sikap serta perilaku yang senantiasa sigap dan tanggap memperbarui kualitas kemampuannya, yaitu meliputi: kemampuan dalam produktivitas, kemampuan mengelola sumber daya, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama, kemampuan menggunakan data dan informasi, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan kata lain, upaya kita membentuk karakter dan pekerti bangsa, atau nation and character building, pada hakikatnya adalah mewujudkan sosok-sosok generasi muda atau manusia Indonesia yang merangkum ciri-ciri luhur dan unggul sebagaimana terurai di depan. Dalam rangka pembentukan karakter demikian itulah, dibutuhkan adanya pendidikan karakter, yaitu suatu sistem penanaman nilai-nilai hakiki kepada generasi muda yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai luhur dimaksud.
Hal ini sejalan dengan upaya membentuk sumber daya manusia yang unggul, terangkum dalam UU No 20 tahun 2003, yang menyatakan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat. Bahkan lebih dari itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 hingga 2015 dinyatakan bahwa pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk visi pembangunan nasional, yaitu masyarakat berahlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab.

Nilai-nilai luhur yang membentuk jati diri bangsa atau kepribadian seseorang sesungguhnya tidak dengan serta merta terwujud dalam seketika, melainkan tumbuh dalam proses yang panjang, selaras dengan dinamika kehidupan masyarakat di gugusan kepulauan Nusantara yang kemudian disebut Indonesia, dimulai dari Masa Prasejarah; Masa Kerajaan; Masa Perjuangan dan Pergerakan Kebangsaan; Masa Revolusi Kemerdekaan; dan Masa Perkembangan serta Pembangunan. Proses yang panjang tersebut tercermin juga melalui kekayaan-kekayaan kultural negeri ini, yang dalam tataran filosofis terangkum menjadi apa yang disebut sebagai local-local genius yang melahirkan kearifan lokal atau local wisdom. Dengan kata lain, sejarah perjalanan bangsa Indonesia merefleksikan kronologis perjalanan sejarah kebudayaan Nusantara.

Kebhinnekaan Kita: Peluang dan Tantangan

Bila kita terpanggil merenungkan, maka akan kian disadari bahwa NKRI memiliki anugerah kekayaan yang luar biasa. Letaknya sangat strategis, di antara dua benua, Australia dan Asia, serta dua samudera yakni Pasifik dan Indonesia. Wilayahnya begitu luas, terdiri dari lebih dari 17.504 pulau berukuran besar dan kecil, terentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote.

Tuhan telah berkenan melimpahkan karunia tidak terhingga ke tanah air tercinta ini. Bukan hanya panorama pegunungan, pantai dan lembahnya yang jelita, namun di dalamnya terkandung pula sumber daya alam yang nilainya sungguh tak terhingga. Belum lagi berbagai suku bangsa yang mendiaminya, dengan adat istiadat, bahasa, agama serta mahakarya kebudayaan dan kesenian yang beraneka ragam, masing-masing kaya akan warna, rupa dan dinamika. Semuanya terhampar dalam jalinan kebersamaan: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia. Berbeda-beda namun tetap satu jua, Bhinneka Tunggal Ika.

Di sisi lain, bila kita merenungkan lebih dalam lagi, sejalan dengan syukur dan kekaguman, betapa besar tanggungjawab semua pihak, khususnya generasi muda, untuk menjaga keutuhan NKRI, menghayati Pancasila dan UUD 1945, menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam keBhinnekaan yang Tunggal Ika. Derasnya globalisasi dengan nilai-nilai paradoks yang menyertainya adalah tantangan sekaligus peluang. Bila kita lalai, abai dan tak hati-hati dalam meniti arus sejarah ini, bukan mustahil semangat kebersamaan yang telah dirintis dengan susah payah oleh para pendiri bangsa atau founding fathers, cepat atau lambat akan terkikis dan tergerus.
Mencermati berbagai hal tersebut, adalah suatu tindakan yang strategis guna mengembangkan karakter melalui pendidikan nasional yang terencana, terukur dan terarah serta tepat guna, di mana kita dapat menyemai sumber daya manusia yang unggul, memiliki jati diri dan berkepribadian terpuji yang sarat dengan prestasi.
Pendidikan karakter ini juga diharapkan mampu menumbuhkembangkan suatu nilai-nilai solidaritas penuh toleransi serta penghormatan akan keberagaman. Terlebih lagi, kita adalah negara yang masyarakatnya terbilang majemuk, multietnis dan multikultur, boleh dikata cukup riskan akan munculnya benih-benih perpecahan. Sedari proklamasi dikumandangkan hingga kini, keseharian kita selalu dibayang-bayangi benturan berbagai kepentingan, ketegangan antara mayoritas dan minoritas, prasangka dan praduga yang berujung pada kesalahpahaman yang berkepanjangan.

Di samping itu, kita juga mencatat bahwa dalam perjalanan bangsa ini tidak lepas adanya intrik politik serta kepentingan-kepentingan kelompok yang mengalahkan kepentingan bangsa, termasuk di dalamnya ialah pudarnya rasa nasionalisme. Semua ini menimbulkan pertanyaan yang mendasar, yang menjadi salah satu pendorong terlaksananya Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia tahun 2012, sebuah peristiwa bersejarah yang semoga kelak, sebagaimana Sumpah Pemuda tahun 1928, terus-menerus memberikan inspirasi luhur bagi perjalanan peradaban negeri ini. Pertanyaan mendasar kita adalah: akan kemanakah atau dibawakah kemanakah bangsa dan negara ini?
Menjawab pertanyaan itu, sekaligus problematik sosial budaya yang menyertainya, maka kita layak mengembangkan suatu kesadaran bersama, bagaimana menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang unggul, yang siap berkompetisi dan bersaing secara global, di tengah percepatan perubahan yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dewasa ini.

Kesadaran bersama itu meliputi kegiatan-kegiatan pemberdayaan generasi muda, sinergisitas antarbidang dan lintas kultural menuju masyarakat Indonesia yang kreatif dan produktif. Sehingga capaian prestasi yang diraih bukanlah semata membentuk manusia yang mencapai kesuksesan lahiriah atau A Person of Successmelainkan A Person of Value atau manusia luhur, bernilai dan berkarakter unggul, di mana kearifan lokal ataulocal wisdom, tidak berhenti sebagai slogan semata atau filosofi, melainkan terekspresikan sebagai perilaku keseharian manusia Indonesia yang cerdas berkualitas secara intelektual (Intelligence Quotient), emosional dan sosial (Emotional Quotient), sekaligus spiritual (Spiritual Quotient).

Manusia Sukses sekaligus Bernilai (Entrepreneurship)

Upaya mewujudkan manusia yang sukses sekaligus bernilai tersebut melalui pendidikan karakter adalah sejalan dengan upaya mengaplikasikan nilai-nilai hakiki dan kearifan dalam ekspresi perilaku kita. Salah satu kelemahan mendasar sebagai bangsa yang tengah bertransformasi dari masyarakat berbudaya agraris komunal menuju masyarakat industri modern yang cenderung individual, adalah belum terbentuknya sikap kewirausahaan atau entrepreneurship yang mandiri dan penuh dedikasi. Konsep entrepreneurship macam apakah yang kita kembangkan, yang selaras dengan kultur masyarakat Indonesia, demi tercapainya cita-cita luhur bangsa yang gemah ripah loh jinawi?

Konsep kewirausahaan yang aplikatif sekaligus merefleksikan watak luhur bangsa yang guyub dan hangat, adalah kewirausahaan yang bersifat sosial atau social entrepreneurship yang dapat diimplementasikan dalam suatu program aksi berkelanjutan. Kewirausahaan ini menuntut suatu kemandirian yang lebih mengedepankan sinergisitas daripada keuntungan perseorangan semata atau kelompok tertentu belaka. Sehingga kemampuan melihat peluang yang dikembangkan adalah yang berbasis pada pengabdian atau panggilan yang lebih mulia dari sekadar mengumpulkan keuntungan finansial, yang hanya fokus pada sukses, tetapi abai akan Nilai. Program aksi social entrepreneurship yang berkelanjutan ini akan mendorong akselerasi perubahan bagi lingkungan sekitar secara signifikan; bermuara pada pembangunan Indonesia yang berbudaya (Indonesia Adibudaya). Di sinilah makna ‘Indonesia’ tidak hanya sebagai kata benda, melainkan juga sebuah kata kerja.

Dengan demikian, kewirausahaan sosial ini tidak terfokus pada kewirausahaan bidang ekonomi saja, tetapi juga sosial, budaya, politik serta bidang-bidang lain. Yang hakikatnya hendak dikembangkan adalah suatu sikap proporsionalisme dan profesionalisme, yang didasari atas semangat kemandirian yang penuh tanggungjawab. Sebagaimana para pelaku bidang ekonomi, entrepreneur di bidang politik, budaya, sosial, dan lain-lainnya, juga menghadapi rintangan dan tantangan yang memerlukan suatu solusi inovatif serta sinergi kreatif yang produktif.

Dalam konteks tersebut, yakni membentuk suatu jiwa social entrepreneurship melalui pendidikan karakter, penting diwacanakan dan sekaligus diaplikasikan adanya perubahan paradigma atau cara pandang secara mendasar, termasuk perubahan dalam pola pikir. Perubahan paradigma atau pola pikir tersebut, adalah menghasilkan kreasi-kreasi inovatif yang bermanfaat bagi pembangunan suatu bangsa, melibatkan para ahli untuk melakukan kajian secara tepat guna, sebuah pengembangan pemikiran yang thinking outside of the box yakni berpikir ke depan secara kreatif dan visioner (excellent vision).
A. Social Entrepreneur bidang Kebudayaan dan Kesenian
Adanya perubahan paradigma akan makna entrepreneurship, membuka peluang bagi para wirausahawan guna mengelola bidang kebudayaan dan kesenian dengan semangat pengabdian. Jiwa entrepreneurshipdalam konteks ini adalah sebentuk kemampuan untuk mengelola nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam mahakarya kebudayaan dan kesenian Indonesia, buah cipta dari para seniman-seniman tradisi mumpuni maupun kreator-kreator modern yang piawai.

Beruntung kita dapat melihat dan mempelajari karya-karya maestro tersebut yang sebagian besar menjadi koleksi dari museum-museum di tanah air. Keberadaan museum-museum telah mendorong pengunjung untuk merenung dan mendalami berbagai artefak yang mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Nusantara mulai dari: (1) Masa Prasejarah; (2) Masa Kerajaan; (3) Masa Perjuangan dan Pergerakan Kebangsaan; (4) Masa Revolusi Kemerdekaan; (5) Masa Perkembangan dan Pembangunan.

Tidak sebagaimana yang dibayangkan oleh masyarakat awam, museum terbukti dapat difungsikan sebagai laboratorium kebudayaan, di mana para ahli, pakar aneka bidang dan generasi muda dapat mengembangkan ide-ide kreatif serta gagasan-gagasan entrepreneurship yang cerdas berdasarkan suatu telaah yang mendalam terhadap apa yang telah dicapai oleh leluhur melalui karya-karya berupa apapun yang menjadi koleksi museum. Laboratorium itu memungkinkan pula suatu kajian dan program akademis yang tepat guna untuk mengembangkan pemikiran yang menghasilkan kreasi-kreasi inovatif yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

Program dan agenda enterpreneurship di bidang kebudayaan dan kesenian dapat berupa pameran, dialog, penerbitan atau pertunjukan. Yang dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, mengundang budayawan, tokoh dan pakar berbagai bidang yang memiliki perhatian pada kemajuan kebudayaan dan pendidikan di Indonesia. Melalui kegiatan yang mentradisi tersebut, diharapkan tersemai gagasan-gagasan bernas, cerdas, dan visioner serta mencerahkan, sehingga melahirkan agenda-agenda aksi yang terarah, terukur dan terpadu.

Namun, guna mewujudkan gagasan menjadi tindakan serta aksi yang nyata, perlu dikedepankan semangat sinergisitas berbagai pihak, di antaranya melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, lembaga-lembaga ataupun pusat penelitian kebudayaan, institusi pendidikan serta edukasi lainnya di Indonesia dan juga berbagai komunitas seni budaya di Nusantara. Melalui upaya keterpaduan ini, diharapkan dapat terjalin suatu hubungan yang saling mendukung, sehingga memungkinkan terjadinya akselerasi penyebaran gagasan serta implementasi nilai-nilai luhur kultural bangsa dalam kehidupan kemasyarakatan kita.

B. Social Entrepreneur bidang Gagasan dan Idealisme
Sebagai bangsa yang tengah membangun sistem demokrasinya agar lebih sehat dan kuat, patutlah mampu mengelola 4 (empat) pilar utama penyangganya, yakni keberadaan partai politik, media massa, partisipasi publik, dan supremasi hukum. Keempat pilar tersebut, sesungguhnya bermuara ke satu hal yang Hakiki yakni pentingnya menegakkan Gagasan dan Idealisme sebagai keniscayaan bermasyarakat dan bernegara.

Maka entrepreneurship di bidang Gagasan dan Idealisme, selaras dengan upaya-upaya pencerdasan masyarakat melalui kegiatan semacam dialog budaya termasuk bentuk-bentuk interaksi kaum cendekiawan dan pemerhati sosial budaya di ruang publik lainnya. Hal mana ini diperjuangkan menjadi sebentuk tradisi pengembangan intelektual dengan topik-topik yang lebih fokus serta rekomendasi solusi yang bisa langsung turut membantu menyelesaikan berbagai masalah dan problematik di masyarakat. Sejalan dengan itu pula, layak dikembangkan suatu semangat penghormatan atas gagasan atau buah pikiran seseorang sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang harus dilindungi. Dengan demikian apabila menyadur atau mengutip konsep orang lain, secara etika dan kaidah hukum, kita juga sepatutnya mencantumkan nama yang bersangkutan; langsung ataupun tidak, akan memberikan nilai tambah ekonomi tersendiri.

Sehingga social entrepreneurship di bidang Gagasan dan Idealisme berhasil menjalankan program aksi pengembangan dan peningkatan pendidikan berkarakter atau penanaman nilai-nilai luhur pada khalayak luas, khususnya generasi muda. Para entrepreneur tersebut mampu menjadi pelopor sekaligus inspirator, bukan hanya pembangunan karakter luhur manusia Indonesia, melainkan turut mengkonstruksi tatanan baru peradaban dunia yang mengedepankan perdamaian, kemanusiaan, solidaritas, kesetaraan serta keadilan.

C. Social Entrepreneur bidang Politik
Dalam upaya mengembangkan social entrepreneurship di bidang politik sekaligus mengembangkan sinergi kreatif yang produktif, perlu adanya perubahan cara pandang masyarakat, termasuk generasi muda, perihal dunia politik yang di-stigmatis-kan sebagai dunia yang penuh intrik, dan siasat licik alias kotor. Dunia politik seakan-akan hanya identik dengan perebutan kekuasaan antar figur-figur ambisius yang rakus dan menghalalkan segala cara. Padahal, martabat suatu bangsa, ditentukan juga oleh kehidupan politik dan perilaku politikusnya. Bukankah salah satu soko guru demokrasi yang sehat adalah kehidupan partai politik yang juga sehat sekaligus produktif.

Bila stigmatis terhadap dunia politik tidak didekonstruksi, maka yang terjadi adalah sebagaimana kenyataan sekarang ini, di mana partai-partai tidak didukung oleh proses kaderisasi yang berkualitas. Perekrutan keanggotaan semata dilakukan dengan mengedepankan pragmatisme yang jauh dari idealisme partai yang bermartabat. Sebagai akibat enggannya masyarakat dan generasi muda yang potensial memasuki dunia politik, maka partai-partai politik kini lebih direpotkan oleh polah tingkah kader yang bermasalah. Bagaimana mungkin kita mengembangkan suatu social entrepreneurship bidang politik yang berkualitas bila paradigma dan cara pandang masyarakat tidak diubah. Bidang politik memerlukan semangat kewirausahaan dimana para pelakunya berintegritas (terpercaya dan bermartabat).

Bila paradigma dan stigmatis terhadap politik dapat dijernihkan, kita dapat berharap akan lahirnya pemimpin-pemimpin bangsa di segala bidang yang memiliki jiwa melayani yang dalam arti positif, mendahulukan kepentingan bersama atau bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Pemimpin yang memiliki jiwa besar untuk mengatakan mampu atau tidak mampu, bisa atau tidak bisa secara terbuka, ksatria secara penuh tanggungjawab. Dengan demikian, pemimpin-pemimpin kita akan mengabdi dengan visioner, didasari pemahaman akan kekayaan seni budaya warisan adihulung Nusantara, di dalamnya terkandung kekuatan spiritual maupun potensi finansial atau ekonomi.

Dialektika antara partai dan politikus serta masyarakat yang kritis, diyakini akan memperluas medan kesadaran baru dalam berbangsa dan bernegara, yang menjadikan era keterbukaan ini sebagai hal yang produktif, bukan semata pertikaian dan luapan kebencian lantaran berbeda ideologi atau pandangan. Bila ini berlangsung dalam suatu proses yang berkelanjutan, jelaslah demokrasi kita tidak akan terjebak pada sekadar prosedural, melainkan sungguh-sungguh mewarnai kehidupan keseharian sosial politik negeri ini. Terbuka peluang, melalui serangkaian tahapan dan proses itu, para politikus bermetamorfosis menjadi para negarawan.

REKOMENDASI AKSI
1. Perlu ditetapkan program-program aksi yang dapat mengasah kepribadian seseorang atau masyarakat agar memiliki karakter dasar yang terpujikan.
2. Perlu ditetapkan program-program aksi pengembangan karakter di mana kearifan lokal atau local wisdom di Nusantara, tidak berhenti sebagai slogan semata atau filosofi, melainkan terekspresikan sebagai perilaku keseharian manusia Indonesia yang paripurna.
3. Perlu dibangun upaya melakukan sinergi kreatif yang melibatkan seluruh potensi bangsa dalam semangatentrepreneurship yang mandiri dan bertanggungjawab secara lintas bidang, lintas kultural, serta lintas generasi.

*Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Pusat. Makalah ini disampaikan dalam Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia 2012, tanggal 6 – 9 November 2012 di Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published.