PUTU RUDANA: MANAGER SENI DARI BALI (II)

Apa pendapat Anda tentang museum di Indonesia?

Membandingkannya dengan museum di luar negeri, saya merasa tertantang dan sedih melihat karya seni di museum pemerintah. Karya yang tadinya luar biasa, diletakkan begitu saja pada posisi tidak tepat. Karya seni itu memiliki aura atau jiwa, yang di Bali dikenal dengan taksu. Nah, pada saat melihat kondisi tersebut saya merasa tertantang bagaimana caranya melakukan branding nama museum agar lebih baik. Pemerintah kalau perlu memberi gelar pahlawan pada pendiri museum karena mereka yang melestarikan semua karya-karya seni Indonesia supaya tidak dibawa ke luar negeri.

Apa yang harus dilakukan?

Museum harus clean. Clean dalam arti juga bersih spirit bangunan itu. Kita harus menyayangi seperti kita sayang pada anak kita. Orang mungkin menganggap saya gila, namun itulah bentuk kecintaan saya pada karya seni. Jika ini terjadi museum akan memberikan cintanya balik ke kita. Makanya bangunan itu harus dibersihkan juga, supaya memiliki spirit, kekuatan jiwa. Saya percaya sekali setiap saat kita selalu dekat dengan Yang Maha Kuasa. Seni itu berhubungan dengan Tri Hita Karana, berhubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Mengenai kasus pencurian barang-barang museum?

Kita harus melihat dulu apakah kondisi memang benar? Atau mungkin ada hal lain. Tapi tentu kelemahannya ada pada pengelolanya sendiri. Apakah kecintaannya terhadap seni cukup? Kalau sudah ada cinta, apa pun akan dipertahankan. Makanya saya ingin mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat sebuah tempat – semacam taman – ratusan hektar, untuk menampung karya-karya seni. Kekayaan kita muncul dari sana.

Mengapa anda berbisnis minyak?

Minyak itu energi. Seni dan energi saling berhubungan karena hidup ini tidak bisa lepas dari energi, seni dan budaya. Dengan energi, badan bisa hidup, dengan seni jiwa kita mendapat makanan.

Bagaimana Anda melihat kasus pengurangan subsidi BBM?

Ini strategi yang tercepat, memilah penggunaan premium dan pertamax. Kenapa tidak dari dulu? Mungkin pemerintah sempat miss-management. Visinya kurang panjang. Saya tidak ingin mengkritik siapa pun. Ini wacana. Tapi satu hal yang bagus, pemerintah sudah menyesuaikan dengan harga dunia, tetapi mekanisme pelaksanaan di lapangan harus jelas aturannya. Sebagai pengusaha saya tentu melihat konsumsi BBM tidak akan menurun, bahkan omset bisa lebih tinggi. Kami sih oke dengan program apa saja asal dipikirkan integrasinya secara panjang. Kalau sebagai pengguna tidak masalah karena dari dulu saya selalu pakai pertamax.

Karena menjalankan bisnis keluarga, pernah ada konflik keluarga? Sulitkah?

Itu bergantung pada bagaimana kita diberi keleluasaan. Kalau ada yang tidak cocok bisa kita jelaskan. Semuanya kan masalah perception dan understanding. Perbedaan akan selalu ada, kita harus memahaminya. Tunjukkan dengan contoh sehingga bisa menjawab konflik-konflik yang ada. Ibu selalu menemani saya, sedangkan Bapak selalu memberi nasihat visi pada kami. Semuanya lebih pada toleransi, masing-masing menyadari kekurangan termasuk dengan adik pria saya Ari Putra Rudana. Sebagai manusia pasti ada kesalahan, tapi kita harus meminimalkan kesalahan itu menjadi opportunity. Sekarang ada the art of management dan the art of managing art itu sendiri.

Pernah merasa gagal?

Selama ini belum. Saya tidak mentolelir kegagalan. Makanya sebelum gagal, saya analisa dulu tapi tentunya dalam karier saya ke depan kegagalan itu pasti ada, makanya harus dikelola dulu.

Apa pencapaian tertinggi Anda?

Mampu mengelola SDM di Bali. Di sinis kan banyak seniman, pelukis. Semuanya bisa dapat rezeki. Tapi untuk seniman, please, if you have something, gunakan untuk membuat rumah, membangun keluarga, dan menyekolahkan anak-anak. Saya tidak suka jika uang yang didapat dari saya dipakai untuk foya-foya.

Siapa sumber inspirasi Anda?

Kekaguman saya bergitu besar pada Pak Srihadi. Beliau sangat sensitif, lembut, tapi dari kelembutan itu ada kekuatan yang tersembunyi. Kelembutan itu memiliki jiwa. Jadi tidak perlu berbadan besar.

Hobi Anda golf, kenapa?

Soalnya golf itu bersaing dengan diri sendiri. Saya tidak suka menyakiti orang lain untuk keberhasilan bisnis.Kita harus melangkah dengan cinta kasih dan kekuatan hati nurani.

Keluarga bagaimana?

Istri saya, Chandra Dewi seorang notaris. Saya sudah menikah 6 tahun, kebetulan belum diberi keturunan. Kami sibuk masing-masing, tetapi pada saat bertemu dapat lebih banyak berdiskusi sehingga lebih romantis. Dulu dia tidak suka seni tetapi sekarang suka bertanya. Kalau melihat karya seni tidak dia suka, ditanyakan kenapa dibeli, sedangkan jika karya seni kesukaannya dijual dia akan bertanya kenapa dijual? Filosofi saya, jika kita cinta pada sesuatu kita harus siap kehilangan sesuatu untuk memberikan sesuatu itu kepada orang lain.

Sumber: Esquire, edisi Januari 2008
Teks: Dwi Sutarjantono

Leave a Reply

Your email address will not be published.