Sumber: Denpasar Post, Rabu 10 November 2010
Angkus Prana dipetik dari Bahasa Sansekerta yang merujuk pada kisah Mahabarata yang menceritakan tentang bagaimana kepahlawanan Sang Bima, putra Pandu, yang menjunjung di bahunya keempat saudara beserta ibunda tercinta, Kunti, guna menghindari marabahaya berupa jebakan kobaran api yang direncanakan secara licik oleh Para Korawa. Terkandung dalam peristiwa ini, sebuah nilai-nilai filosofis luhur tentang kebersamaan dalam keselarasaan dan keharmonian, serta nilai-nilai kepahlawanan yang hakiki.
Hanya melalui penyatuan segala prana dalam keseluruhan energi kosmis atau semesta, maka kebajikan yang terfeleksi pada Bima akan memperoleh wujud kekuatan melalui puja, doa, serta bakti.
Prasasti Angkus Prana merupakan cerminan doa bersama untuk menyatukan berbagai prana atau unsur kehidupan yang hakiki guna mewujudkan pulau Bali yang lestari serta penuh dengan toleransi.
Prasasti ini bukan hanya berdimensi masa kini, melainkan juga memiliki nilai-nilai pencerahan bagi generasi mendatang.
Peresmian Prasasti Angkus Prana dilakukan di Museum Rudana, di mana batu prasasti dikelilingi oleh Mandala, salah satu lambang suci dalam agama Hindu, yang mencerminkan juga keharmonisan antara manusia, semesta alam, serta Yang Maha Agung.
Ketujuh tokoh spiritual ini meresmikan Prasasti Angkus Prana dengan menyentuh batu dengan telapak tangan ke prasasti bersama-sama, disaksikan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, Founder of Museum Rudana serta Putu Supadma Rudana.
Doa bersama untuk keharmonian dunia, serta ditujukan agar masyarakat, lingkungan serta seluruh makhluk yang berdiam di pulau ini dalam naungan kedamaian dan kesentosaan, serta senantiasa selaras dan harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa