Denpasar (Metrobali.com). Pemerintah Indonesia semakin menggalakkan ekonomi digital dan mendorong lahirnya pelaku usaha rintisan (startup) digital. Termasuk di Bali, geliat startup juga kian terasa.
Menurut anggota komisi X DPR RI Putu Supadma Rudana, MBA., Bali potensial melahirkan start up besar bahkan unicor yang digawangi para generasi muda. Unicorn sendiri merupakan sebutan bagi startup yang sudah besar dengan valuasi atau nilai perusahaan di atas USD 1 Miliar atau di atas Rp. 13 trilun.
“Saya yakin di Bali bisa muncul startup-startup hebat, unicorn, miliarder IT seperti di Silicon Valley. Dan saya yakin itu bisa lahir dari Kampus STMIK Primakara,” kata Supadma Rudana dalam sambutannya pada acaara FGD (Focus Group Discussion) Pentahelix Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Denpasar, Jumat (11/5/2018) di Kampus STMIK Primakara, Denpasar.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai mencapai USD 130 miliar atau setara Rp. 1.831 triliun. Untuk itu kehadiran unicor-unicorn baru diharapkan menjadi motor penggerak.
Menurut Supadma Rudana unicorn ini lahir dari startup teknologi lokal yang mampu tumbuh dengan cepat dan mendapat pendanaan berlipat dari investor untuk memperluas skala pasar (scale up). Bali pun diyakini mampu melahirkan perusahaan teknologi atau startup yang bisa bersaing di kancah nasional bahkan internasional.
Namun memang ekosistem ekonomi digital dan startup di Bali perlu terus didorong bertumbuh. Apalagi Bali bisa menjadi penghubung atau hub ekonomi digital dan startup dunia. Bali juga menjadi tuan rumah berbagai event startup. Salah satunya yang baru selesai berlangsung 9-10 Mei lalu di Bali Nusa Dua Convention Centre yakni The 1st Next Indonesia Unicorn (NextICorn) International Summit yang mempertemukan venture capital (investor global) dengan para startup di tanah air. Sayangnya startup asal Bali masih minim di ajang ini.
“Saya rasa hal seperti itu peluang untuk kita. Jadi tugas kita bagaimana melahirkan dan mendorong startup di Bali agar menjadi ruan rumah disini, bukan menjadi penonton,”tegas Supadma Rudaa.
Sementara itu, Supadma Rudana juga mengapresiasi kegiatan FGD yang diinisiasi dan digelar STMIK Primakara. Sebab, tantangan Bali ke depan ada di bidang SDM dan memberikan kesadaran dan pemahaman di era ekonomi digital.
“Saya apresiasi FGD ini. Ini tepat untuk mencari solusi bersama di bidang ekonomi digital khususnya e-tourism. Saya jadi jembatan agar Pentahelix bisa bersinergi,”tegasnya.
Pihaknya melihat posisi dan peran STMIK Primakara sangat strategis dalam mencetak SDM untuk mengisi peluang kerja ekonomi digital maupun menjadi technopreneur. Peran STMIK Primakara sangat besar dalam memajukan segala hal yang berhubungan dengan technopreneurship.
Ditambahkan, Bali dari dulu memang tempatnya melakukan kewirausahaan. Tapi tantangannya bagaimaan membawa itu ke era kekinian dan ke ranah digital. “Jadi disinlah peran strategis STMIK Primakara memberi solusi dan bersinergi dengan Pentahelix baik perguruan tinggi, komunitas kreatif, pemerintahan media massa, dan pelaku bisnis,”ujar Supadma Rudana yang juga Ketua Asosiasi Museum Indonesia itu.
Ia juga mengaku termotivasi dan dapat inspirasi serta banyak belajar di acara ini. Banyak pertanyaan dan keresahannya terjawab. “Misalnya tentang supir untuk wisatawan, tentang homestay, integrated system untuk perusahaan ini ada aplikasinya. OTA pun ada dari Bali. Jadi ini potensi startup di bidang pariwisata agar jadi tuan rumah di tanah sendiri,”ujarnya lantar berharap harus pula ada pendampingan dan pembinaan dari pemerintah pusat, Bekraf, pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota agar berkelanjutan.
Sumber: metrobali.com