Sinergi Menuju Kesempurnaan Wawancara Seni dengan Putu Supadma Rudana
MUSEA mengirim pewartanya untuk mewawancarai Putu Supadma Rudana-project coordinator MUSEA. Dinding dipenuhi dengan foto bersama para dignitaries-mulai dari presiden RI, beberapa Menteri dan petinggi dari dalam negeri maupun luar negeri. Lukisan apik dekoratif membuat ruangan ber-AC ini nyaman untuk melakukan wawancara dengan Managing Director Museum Rudana, Putu Supadma Rudana yang, berkat promosi seni yang atraktif, kreatif dan segar, beberapa saat lalu menerima sebutan Mr. Excellent dari Presiden RI, SBY. Interview ini membahas beberapa visi, pemikiran seputar kesenian di Bali, Indonesia.
Selamat atas julukan Excellent dari SBY kepada Anda. Bagaimana perasaan Anda dan bagaimana Anda mendapatkan anugerah ini?
Beberapa saat saya merasa gembira. Saya tidak mengira akan mendapatkan anugerah ini. Namun demikian, setelah saya merenungkannya dalam-dalam, anugerah ini bahkan menjadi cambuk bagi saya untuk lebih bergiat dalam dunia permuseuman serta pengembangan kesenian di Bali. Saya pikir ini juga merupakan tanggung jawab besar. Lebih lanjut, saya juga merasakan bahwa julukan ini bukan hanya mencerminkan keberhasilan saya, namun ini juga keberhasilan Bali dalam tataran dunia permuseuman, khususnya dari dunia seni budaya pada umumnya. Saya ingin melihat ada orang-orang lain, terutama yang muda-muda yang mendapat anugerah-anugerah serupa dari pemerintah atau dari presiden langsung. Saya memimpikan Bali dipenuhi dengan para pemuda yang berpotensi memimpin lewat segala aktivitasnya.
Apakah Anda pernah mendapatkan penghargaan serupa di tingkat lokal, misalnya dari Dewan Kesenian Bali, Gubernur atau dari Stake Holder lainnya?
Belum pernah. Saya langsung mendapatkan anugerah ini dari pak SBY. Saya harap ke depan kita bisa melihat para pemegang kepentingan di Bali bisa mengapresiasi kerja keras serta potensi-potensi yang berada di Bali. lnilah masalahnya. Pak SBY saya pikir tidak gegabah dalam memberikan sebutan seperti ini pasti ada pertimbangan-pertimbangan yang diambil. Sekali lagi, semoga anugerah yang diberikan kepada saya ini bisa menjadi pendorong bagi pegiat seni dan permuseuman untuk semakin berkiprah dan terjun langsung dalam pengembangan seni Bali dan Indonesia.
Bisa ceritakan mengapa Anda mendapatkan anugerah ini?
Semua ini diawali dengan upaya penulisan, pengumpulan informasi, wawancara dengan berbagai pihak yang kami tuangkan dalam buku Treasure of Bali. Pengkoordinasian penciptaan buku ini memang makan banyak waktu dan tenaga, karena kita harus mensinergikan berbagai museum yang memiliki koleksi beragam dan afiliasinya pun bermacam-macam. Di samping itu, kami juga harus mampu mensinkronkan banyak ikon dan tokoh kesenian Bali yang mungkin juga memiliki karakter personal yang berbeda-beda pula. Kami haturkan buku ini kepada Pak SBY. Dan beliau sangat impressed (terkesan sekali) dengan keprofesionalan penulisan, tata letak dan tata artsistik dsb, yang membuat buku ini sempurna.
Apa yang mendorong Anda untuk melakukan upaya yang tidak gampang ini?
Kecintaan pada Bali dan tentunya Indonesia. Pada hakekatnya, saya jarang mempedulikan nilai untung akhir atau nominal dari kegiatan sosial seperti ini Saya berpartisipasi dan berkiprah melakukan pengembangan permuseuman dan seni udaya Bali lebih dari sekedar untuk pencapaian finansial, karena pada hakekatnya, dalam opini saya, kita bersentuhan dengan dunia jiwa, dunia cita, atau katakanlah dunia seni itu adalah dunia yang profan.
Dengan keberhasilannya dalam menghantarkan perhelatan Modern Indonesian Masters, Putu Rudana telah membuktikan keberhasilannya dalam mengkoordinasikan dan mengimplementasikan tugas berat untuk mengarahkan perhatian dunia ke seniman-seniman maestro Indonesia yang, dengan curahan kreatifitasnya, menciptakan karya-karya yang turut memperindah dunia.
Pada usia yang masih muda ini (33 tahun-Red). Anda mampu memimpin beberapa kegiatan, bukan hanya kesenian, namun juga olahraga, yaitu golf, serta bisnis perminyakan. Apakah hal ini tidak bertolak belakang dengan visi Anda untuk mengembangkan seni dan budaya Bali?
Saya melihatnya ketiga-tiganya dalam konteks yang lebih luas. Saya percaya dengan sinergi yang sebetulnya bisa saling menopang segala kegiatan yang kelihatannya saling bertolak belakang. Lewat bisnis BBM, sebagai salah satu menjadi energi dari usaha pengembangan seni dan budaya. Aktivitas pengembangan seni, sebagaimana aktivitas lain, memerlukan bahan sumber-sumber lain bahan bakar, energi untuk membantu langkah maju. ini adalah bagian dari sumber untuk mengakselerasi dunia seni. Di bidang olahraga, saat ini saya menjadi ketua III Pengurus Daerah PGI (Persatuan Golf Indonesia Bali). Saya tidak henti-hentinya mendorong para atlit muda, misalnya mereka yang akan berpartisipasi di PON atau yang akan bertanding ke luar negeri, untuk mengenal Bali-Indonesia, untuk mencintai seni dan budaya Bali-Indonesia, karena saya percaya bahwa para atlet tersebut adalah wakil muhibah Bali bahkan Indonesia untuk berkiprah di perhelatan internasional. Bisa Anda bayangkan kalau para atlet kita mampu menjadi agent of promotion bagi Indonesia dengan pengetahuan seni dan budayanya.
Anda tidak khawatir dengan pembangunan lapangan golf yang rakus dengan lahan? Bukankah ini bisa menjadi counter productive terhadap apa yang kita cita-citakan bagi Bali, yakni konsep Tri Hita Karana keselarasan antara manusia, alam dan sang maha pencipta?
Karena didasari rasa cinta Bali, kita tidak mungkin mengorbankan salah satu pilar Tri Hita Karana tersebut yang dalam hal ini merujuk pada keselarasan dengan alam. Dalam pengurusan PGI tentunya kita punya niat yang luhur. Kita akan memantau, dalam koridor kewenangan kita, bahwa segala pembangunan lapangan golf tidak boleh menelan lahan produktif. Bahkan sebaliknya, lahan tidak produktif bisa diupayakan menjadi lahan hijau yang bisa menarik devisa penduduk di sekitarnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Bukankah dengan demikian olahraga ini menjadi environmentally friendly danfinancially benefitable bagi semua? Pada intinya, saya masih menopangkan segala kegiatan ini untuk kegunaan manusia dan lingkungannya
Anda tentunya sangat sibuk dengan segala kegiatan Anda, baik di core business Anda sebagai CEO dan Direktur Finansial di GRP (Group Rudana Putra), menjadi pelaksana kemudian kegiatan lain sebagai Ketua III PGI, dan sebagai ketua III dari organisasi Hiswana Migas, serta jabatan-jabatan lainnya. Bagaimana Anda melakukan ini semua?
Pada esensinya semuanya terletak pada the art of managing resources. Sedangkan sumber daya merujuk bukan hanya finansial atau manusia saja. Lebih kompleks dari itu semua. Namun kalau kita bisa mensinerjikan sumber daya tersebut untuk memberikan mutu terbaik pada klien kita, niscaya customer kita akan terpuaskan. Dengan mengadopsi moto yang saya yakini penting dalam hidup, yakni the art of business in the business of art (seni bisnis dalam bisnis seni), the art of excellence, seni kesempurnaan, di mana kita tidak akan puas dengan sesuatu yang mediocre (setengah-setengah saja). Klien kita, baik yang internal maupun external mengharapkan sesuatu yang sempurna, tentunya kita harus menjumput bola itu. Kita menyajikan yang par excellent juga. Tentunya, bagi saya ini bukan hanya sebagai jargon atau istilah linguistik yang maknanya kosong. Ini adalah sebuah guiding principle (prinsip pemandu) yang saya anut dan saya terapkan dalam kiprah hidup saya.
Bagaimana Anda mensikapi keterpurukan dunia bisnis seni yang pada perempat dasawarsa belakangan ini dan apa kiat-kiat yang Anda terapkan sehingga Museum, Rudana, kemudian Rudana Fine Art Gallery, maupun core business Anda lainnya tetap eksis?
Memang dalam siklus fluktuasi ekonomi sebuah bisnis tentu ada naik turunnya. Namun demikian, dengan menerapkan pendekatan kreatif -thinking outside the box-atau berpikir secara lateral, dengan lain kata kita mengantisipasi hal-hal tak terduga yang akan terjadi dengan creative future problem solutions kita bisa mengurai simpul-simpul yang biasanya membelenggu kelajuan bisnis. Saya percaya Yang Maha Kuasa memberikan kita limpahan rezeki dan salah satu limpahan tak ternilainya adalah kemauan kita untuk melakukan pemikiran dan upaya-upaya kreatif. Dengan demikian kita tidak akan berbangga dengan limpahan rezeki yang pada akhirnya bisa menjerumuskan kita pada keserakahan yang bisa membuahkan kutukan. Nah, salah satu dari upaya untuk mencapai the art of excellence tadi adalah kita harus berani berusaha, berjuang dan berkorban. Bagaimana kita bisa memberikan yang terbaik. Dengan demikian sering kali kita kemudian secara tidak sadar telah ‘memberikan lebih dari yang atau exceeding people’s expectation.
Waktu berlalu dengan cepat sekali. Tak terasa wawancara ini telah berlangsung hampir separuh hari. Diselingi dengan beberapa kopi, wawancara berlangsung dengan hangat.
Pertanyaan terakhir sebelum kita akhiri wawancara ini. Dengan seni budayanya, bagaimana Anda melihat Bali ke depan?
Saya melihat Bali dengan impian. Saya memimpikan Bali sebagai the Heart of Indonesia, the Heart of Asia and the Heart of the World. Namun perlu saya tandaskan di sini bahwa bukan semata-mata keindahan fisiknya dengan faktor-faktor budaya yang kasap mata. Lebih dari itu, budaya ini bagaikan sebuah gunung es. Apa yang tampak mata merupakan puncak, sedangkan kandungan-kandungan lainnya tersimpan di bawah laut. Limpahan kandungan budaya Bali masih banyak yang bisa diungkap oleh kita untuk dipaparkan ke dunia. Istilah heart tidak hanya merujuk pada jantung saja. Karena kita tidak hanya menjadi sebuah pusat kegiatan, namun lebih dari itu saya memimpikan Bali menjadi opsi yang damai dan lomba adi kuasa dengan keserakahan destruktif, dengan difinisi heart yang lainnya, yakni ‘hati’ atau ‘jiwa’ atau jantung merujuk pada cinta kita pada kehidupan yang penuh damai dengan sesama manusia, untuk alam dan kepada Tuhan Sang Pencipta. Saya impikan Bali, bukan hanya menjadi sesinggahan sementara untuk para pemimpin dunia bertemu, berembug dan menelorkan kebijakan-kebijakan dunia dalam konperensi-konperensinya. Namun lebih dari itu, Bali, dengan segala komponen masyarakat lintas etnis dan agamanya, sebagai pencerminan masyarakat majemuk Indonesia yang cinta damai yang ideal mampu mampu menawarkan konsep damainya. Ini memang sebuah impian, namun bukankah semua keberhasilan itu berawal dari sebuah mimpi yang kemudian menjelma menjadi visi, misi dan akhirnya menjadi kenyataan. Di sinilah letak rahasianya. Mungkin dengan the art of realising dreams, saya sudah mencapai beberapa mimpi personal, namun impian untuk kemaslahatan bersama sesama manusia, sebangsa harus menjadi mimpi kita semua. Dengan dan lewat Bali, kalau Tuhan mengizinkan, saya ingin memberikan kontribusi ke bangsa ini. Dengan apapun yang kita punyai kita mampu mencapai mimpi menjadi bagian kemanusian dunia yang beradab.