Melalui seni, kita bersentuhan dengan keindahan. Bahkan lebih jauh lagi, melalui seni pula, dengan beragam ekspresi dan bentuknya, terbuka kemungkinan seseorang memahami hakikat jati dirinya, entah itu sebagai individu yang soliter, ataukah sosok pribadi yang solider. Tak berhenti hanya sampai di situ, di segenap penjuru Nusantara termasuk juga di dalamnya, Bali, hingga sekarang ini, ritual sosial dan keagamaan tak terpisahkan dari laku kreatif berkesenian. Demikian juga sebaliknya, tak sedikit seniman meyakini bahwa karya-karya dan proses kreatifnya adalah suatu prosesi persembahan.
Mengacu pada visi Museum Rudana di atas, maka digelarlah acara sinergi seni yang menghadirkan seniman-seniman terpilih dari musik, tari, rupa, dan sastra. Masing-masing bidang tersebut dipadukan dalam suatu kesatuan ekspresi yang diharapkan tampil utuh secara keseluruhan, sekaligus merespon konsep yang sejak awal telah ditetapkan. Pertunjukan yang diselenggarakan pada Rabu, 13 Oktober 2010 ini boleh dikata adalah sebuah kolaborasi kreatif yang berupaya mengelaborasi acuan nilai-nilai filosofis, merupakan warisan leluhur, yakni segugusan pengertian yang terkandung dalam apa yang disebut Panca Tan Matra.
Dalam telaah paling mendasar, Panca Tan Matra[1] adalah lima anasir awal / sari inti yang bersifat hakiki, yang keberadaannya tak terpisahkan dari terjadinya penciptaan (Srsti), meliputi bhuwana agung atau makrokosmos, serta bhuwana alit atau mikrokosmos. Dengan demikian, kolaborasi kreatif ini mengandaikan bidang-bidang seni yang bersinergi adalah refleksi dari lima sari inti tersebut, di mana proses dan hasil akhirnya diharapkan mencerminkan keselarasan serta keharmonian, sebagaimana penciptaan jagat raya beserta isinya.
Layak diungkap, setiap upaya mensinergikan berbagai bidang seni, selalu melalui tahapan-tahapan yang memerlukan kesabaran, menuntut pihak-pihak yang terlibat untuk bersedia membuka diri; mendiskusikan aneka kemungkinan kreatif seraya mencermati potensi masing-masing dan mengeksplorasinya secara terukur serta terarah. Sebagai penggagas kolaborasi kreatif ini, saya pribadi berbahagia dapat mewujudkannya, terlebih lagi figur-figur yang bersedia bekerjasama adalah seniman-seniman mumpuni, yang tidak hanya bereputasi nasional, melainkan juga internasional. Untuk itu, terimakasih tak berhingga saya sampaikan kepada musikus penuh dedikasi Dwiki Dharmawan beserta rekan-rekan, koreografer Nyoman Sura, musikus Nyoman Winda, perupa Wayan Darmika, Ida Bagus Indra, serta penyair Warih Wisatsana. Demikian pula halnya, ucapan salut dan terimakasih saya tujukan kepada musikus Brazil tersohor, Toninho Horta, yang telah mengkhususkan waktunya guna berekspresi di Museum Rudana; berikut pihak-pihak terkait lainnya yang memungkinkan terwujudnya peristiwa kesenian bertajuk:
Panca Tan Matra Kolaborasi Kreatif Suara, Rupa dan Kata
Sinergi seni ini bukan semata kolaborasi kreatif yang mengekspresikan sentuhan keindahan, akan tetapi ditujukan pula sebagai sarana mempererat jalinan persahabatan dan persaudaraan kita, melampaui perbedaan sosial, budaya serta bangsa. Secara khusus, saya pribadi mendedikasikan acara ini kepada Putu Pageh Yasa (43) yang belum lama ini berpulang. Sebagai seorang pelukis, yang bersangkutan telah mempersembahkan hidupnya untuk menghasilkan karya-karya yang terpujikan.
Keseluruhan peristiwa, sebagaimana terurai di atas, mulai dari penyusunan konsep hingga rangkaian acara paripurna, semoga meyakinkan kita bahwa pada dasarnya setiap mereka yang hadir, termasuk semua undangan, adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses Penciptaan ini; dari yang seluruh (terpisah) menuju yang utuh, yang boleh jadi selaras dengan makna semangat Bhinneka Tunggal Ika, walau berbeda-beda, tetap satu jua.
Salam,
Putu Supadma Rudana, MBA.
________________________________________
[1] Panca Tan Matra terdiri dari sabda tan matra (sari suara), rasa tan matra (sari rasa), sparsa tan matra (sari rabaan), rupa tan matra (sari warna), ganda tan matra (sari aroma).