BALI EXPRESS, BADUNG – Forum Parlemen Dunia atau World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) ke-3 berlangsung di Hotel Patra Jasa, Kuta, Bali pada 4-5 September 2019 yang dihadiri 150 delegasi dari 28 negara.
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana (PSR) menyatakan, keputusan tetap menggelar forum parlemen dunia di Bali karena Bali telah memberikan inspirasi kepada dunia dalam semangatnya mengimplementasi Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
“Bali memiliki 3 kearifan lokal, yakni Tri Hita Karana, Subak dan Hari Raya Nyepi, sehingga menjadi daya tarik dunia,” kata Putu Supadma Rudana.
Menurut politisi ramah yang akrab disapa PSR itu, Bali telah menerapkan pentingnya ‘green tourism’ atau ‘sustainable tourism development, sehingga Bali menjadi contoh utama dalam pembangunan kepariwisataan yang berbasis Tri Hita Karana -Green Sustainable Tourism Destination.
Bali ke depan, lanjut Supadma Rudana, akan semakin diminati di dunia karena memiliki komprehensivitas yang tinggi dalam bidang destinasi. PSR berharap pertemuan kali ini dapat merumuskan Bali Action yang menjadi tujuan implementasi TPB.
“Ini memang akan dirumuskan dalam Bali Action dari berbagai negara melalui parlemennya untuk menerapkan secepat mungkin agenda 2030 agar pencapaian pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud,” jelas Supadma Rudana.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan, kegiatan World Parliamentary Forum Sustainable Development (WPFSD) ke-3 mengambil tema ‘Memerangi Ketimpangan melalui Inklusi Sosial dan Keuangan’. Tema ini sejalan dengan isu strategis yakni mengenai masalah kesenjangan yang terjadi di berbagai belahan dunia.
“Saya berpendapat bahwa TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) merupakan komitmen global untuk mencapai masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk semua, dan bertujuan untuk mengatasi tantangan global seperti kemiskinan, ketimpangan, iklim, degradasi lingkungan, kemakmuran, perdamaian dan keadilan,” ucapnya.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menjelaskan bahwa ketimpangan menghadirkan tantangan dalam perwujudan hak asasi manusia. Dampak ketimpangan pada masyarakat, menurutnya, sangat parah, terutama menciptakan dan melanggengkan kemiskinan serta marginalisasi, sehingga menyebabkan konflik.
Baginya, untuk merespons kondisi ini, parlemen dengan fungsinya berperan penting dalam memastikan komitmen pembangunan seperti yang tertera pada TPB dapat tercapai. No One Left Behind, menurutnya, bermakna No Parliament Left Behind, dengan arti parlemen harus selalu terlibat aktif dalam seluruh upaya capaian TPB.
“Indonesia sangat berkomitmen terhadap suksesnya implementasi TPB karena nilai yang terkandung di dalam TPB sejalan dengan fokus kebijakan Indonesia dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Seperti hadir dalam pelaporan Voluntary National Review (VNR) yang berlangsung di Markas Besar PBB di New York,” jelasnya.
Parlemen ini diakhiri dengan diadopsinya kesepakatan bersama yang diinisiasi oleh DPR RI yakni Bali Roadmap melalui sidang yang dipimpin Dr. Nurhayati Ali Assegaf selaku ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen dan ketua WPFSD.
Bali Roadmap merupakan perwujudan kebutuhan akan komitmen serta political will yang kuat dan petunjuk untuk membangun langkah konkret dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) untuk saat ini dan bagi generasi di masa yang akan datang.
Dokumen ini menekankan pentingnya yakni pertama pemenuhan hak-hak kebutuhan dasar manusia tanpa terkecuali meliputi aspek kesehatan, pendidikan, perumahan yang layak, dan akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Hal kedua, mendorong lokalisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan mempertimbangkan konteks budaya dan kearifan lokal setempat. Ketiga, mendorong kemitraan berbagai pihak, terutama pelaku usaha untuk menjawab tantangan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan seperti penyediaan akses pelayanan keuangan yang terbuka bagi semua pihak.
(BALI EKSPRESS, 6 September 2019)