KEHADIRAN benda-benda dari masa lalu di sebuah museum kerap dipandang sebelah mata. Tidak di mata pencuri! Itulah nasib harta bangsa di ”gudang-gudang” berdebu. Meski pencuri beraksi, toh, tak tampak kegalauan yang pasti….
Sabtu siang akhir pekan lalu, beberapa keluarga dan turis asing menjelajahi bangunan baru Museum Nasional. Di lantai dasar, mereka terpesona mengamati tengkorak hitam manusia purba jutaan tahun lalu dari Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.
Di antara koleksi tengkorak dan tulang dalam fitrin kaca serta gambar ilustrasi manusia purba, muncul wajah kekanakan Gerry (10), siswa kelas V SD di Tangerang. ”Gerry, manusia purba mana yang mirip kita? Mirip kamu,” ujar Lista (34), guru sekolah Gerry sambil bergurau. ”Itu!” ujar Gerry sambil terkikik menunjuk papan bergambar Homo erectus tipik, si manusia berjalan tegak dan berburu hewan.
Bagi Lista, bercerita tentang Indonesia paling mudah di museum terbesar di Indonesia itu. Sebanyak 141.889 item koleksi yang telah melintasi waktu tersimpan di sana. Hari itu target utama mereka ialah mengunjungi ruang arca serta ruang emas. Murid kelas V sudah belajar masa Hindu dan Buddha. Dan, berita hilangnya empat benda emas warisan Kerajaan Mataram Kuno abad ke-10 hingga ke-11 Masehi, 11 September 2013, memancing rasa penasaran.
Hanya saja, ruang emas dan arca di bangunan lama masih tertutup bagi pengunjung setelah pencurian itu. Polisi masih menyelidiki kasus itu. Ruang khazanah emas di bangunan baru juga ditutup partisi.
Kunjungan wisatawan mancanegara di Museum Nasional Jakarta, Jumat (4/10/2013). Beberapa waktu lalu, museum tersebut telah kehilangan empat artefak berlapis emas yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno pada abad 10 Masehi.
Penutupan ruang-ruang itulah jejak nyata aksi pencurian. Selebihnya, suasana tenang. Petugas keamanan hanya berkumpul di pintu lantai dasar dan lantai teratas yang memamerkan arkeologi bawah air. Meja yang disediakan untuk petugas di sudut tiap lantai museum pun kosong. Masuk ke ruang pajang, tak ada yang menyambut tamu.
Keresahan lebih tampak ketika berbincang dengan Kepala Museum Nasional Intan Mardiana. Bagi Intan, kasus pencurian itu tamparan keras karena terjadi ketika pihaknya membenahi museum. ”Kami sedang mendata ulang koleksi,” ujarnya.
Setelah kejadian pencurian itu, dia berencana menambah petugas pengamanan yang sekarang berjumlah 15 orang. Kamera pemantau juga akan dibuat terkoneksi sehingga memudahkan pengawasan.
Arkeolog peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo, berpandangan, museum adalah aset bangsa, apalagi Museum Nasional. Gengsi bangsa ada di Museum Nasional sebagai tempat mengumpulkan karya-karya agung suatu bangsa.
”Di situlah kita akan melihat bahwa dulu itu bukan ruang hampa. Manusia masa lampau mampu membuat karya seni yang indah dengan teknologi terbatas,” ujarnya.
Setelah emas hilang
Tidak hanya di Museum Nasional kepingan agung masa lalu diam-diam berpindah tangan. Tiga tahun silam, 87 koleksi emas Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, berbentuk arca, topeng, dan perhiasan juga dicuri. Sejak itu, museum dengan koleksi 62.661 item itu berbenah. Kepala Museum Sonobudoyo Riharyani menuturkan, kini ada 22 kamera pemantau di semua ruang pamer. Museum pun dipasangi alarm antipencuri. Dulu, saat pencurian terjadi, kamera pemantau dan alarm mati. Petugas pengamanan ditambah sebanyak 11 orang.
Kunjungan wisatawan mancanegara di Museum Nasional Jakarta, Jumat (4/10/2013).
Namun, koleksi yang dikelola Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu tetap rentan tangan jahat. Ragam koleksi diletakkan di lemari-lemari pajang yang ketinggalan zaman berupa lemari besar berkaca dan berbingkai kayu tipis, ringkih. Keamanan hanya mengandalkan kunci tak bedanya dengan lemari pakaian.
Koleksi-koleksi arca peninggalan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-12 Masehi diletakkan begitu saja di luar gedung, tak terlindung dari surya dan hujan. Sebagai pengaman, arca-arca itu disemen. ”Arca tidak mungkin digendong karena disemen. Membongkarnya pun sulit,” ujar Riharyani.
Museum terbesar kedua di Indonesia itu terbentur anggaran dan sempitnya ruang pamer. Kata Riharyani, situasi itu bakal dibenahi bertahap. Tahun 2014, gedung museum unit I diperluas dengan tambahan area yang sekarang dipakai KONI DIY.
Radya Pustaka
Museum tertua di Indonesia, Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah, tidak hanya harus bekerja keras memperbaiki sistem keamanan, tetapi juga mengembalikan citra. Enam arca batu dari abad ke-7 dan ke-9 Masehi satu per satu hilang dan digantikan dengan arca tiruan tahun 2007. Bahkan, berdasarkan hasil reinventarisasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala tahun 2007, ada 60 koleksi lain yang hilang dan dipalsukan. Gara-gara pencurian itu, citra ”museum replika” menempel.
Selama 100 hari ini, museum yang menjadi rumah bagi lebih dari 3.000 item koleksi dan sekitar 500 naskah itu tidak membuka layanan kunjungan karena bersolek. Dindingnya yang kusam dicat, fitrin diperbaiki, dan koleksi ditata ulang. ”Kami ingin mengembalikan citra museum,” ujar Ketua Komite Museum Radya Pustaka Purnomo Subagyo.
Sayangnya, akibat revitalisasi itu, alarm dan kamera pemantau di 16 lokasi tak bisa berfungsi karena kantor pusat kontrol dirobohkan untuk dibangun baru. Koleksi berukuran kecil dimasukkan ke peti-peti kayu bergembok. Sebagian patung diletakkan di luar, dipagari bedeng tripleks kemudian digembok. Koleksi besar dibiarkan di tempatnya dan ditutupi plastik. Juru pelihara museum Setyo Triyono mengatakan, museum dijaga 24 jam dan koleksi dicek setiap tiga hari sekali.
Toh, kasus-kasus pencurian koleksi menguap begitu saja. Kasus Radya Pustaka menyeret kepala museum, dua pegawai, dan seorang perantara. Namun, seorang diler barang antik dari luar negeri hingga kini tak tersentuh hukum. Di Museum Sonobudoyo, emas yang hilang belum diketahui keberadaannya. Sementara, kasus pencurian di Museum Nasional sebelumnya, yakni hilangnya keramik dan lukisan tahun 1995, juga tak jelas ujung penyelesaiannya. Koleksi keramik tidak kembali, sedangkan lukisan ditemukan saat akan dilelang di luar negeri.
Beberapa koleksi arca batu dari abad VII-X Masehi koleksi Museum Radya Pustaka, Solo ditaruh di teras gedung. Saat ini museum dalam tahap pengecatan dan penataan ulang koleksi.
Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia Pusat, Putu Supadma Rudana mengungkapkan keprihatinannya terhadap berulangnya kasus pencurian koleksi museum. ”Ini sebagian merupakan potret lemahnya pengamanan, penataan, dan pengelolaan museum di Indonesia,” katanya.
Museolog Kartum Setiawan mengatakan, seharusnya ada standar keamanan sesuai jenis koleksi. ”Bagi kebanyakan orang, benda-benda tua itu tak dipandang, tetapi kolektor menganggapnya berharga.”
Dia mencontohkan, di Museum Mpu Tantular di Sidoarjo, Jawa Timur, koleksi emas diletakkan di ruang brankas dan dinikmati dari balik terali besi. Kata Kartum, Museum Nasional diibaratkan ”museumnya museum”. Kepada Museum Nasional- lah museum di daerah berkiblat.
Namun, Bambang melihat marwah Museum Nasional meredup. ”Sejak tahun 1998, Museum Nasional jarang dikunjungi tamu-tamu negara. Entah, bangsa atau pemimpinnya yang tidak peduli,” ujarnya. Yang jelas, awas pencuri tetap peduli! (INE/COK/EKI/RWN/CAN)
Sumber : KOMPAS, 8 Oktober 2013