Month: November 2010

Refleksi Nilai-Nilai Luhur Hari Pahlawan

Setiap memperingati hari bersejarah, bangsa Indonesia sesungguhnya memperoleh kesempatan untuk merenung ulang serta merefleksikan cita-cita luhur para founding fathers, pendiri negara ini.

Demikian pula berkenaan dengan tanggal 10 November ini. Peringatan Hari Pahlawan adalah memang suatu momen berharga bagi kita guna memaknai kegigihan, integritas, komitmen dan kecintaan atas negeri ini, dimana pada era revolusi dulu terwujud sebagai gelora kebersamaan untuk meraih kemerdekaan sekaligus mengukuhkan keberadaan NKRI.

Para pejuang pendiri negeri ini telah mendarmabaktikan hidupnya dengan segenap ketulusan serta semangat pantang menyerah. Dengan meresapi, menghayati serta merefleksikan nilai-nilai luhur warisan para patriot bangsa itu, kita, sebagai generasi penerus, akan memperoleh karunia energi kebersamaan yang kreatif sekaligus produktif.

Semangat kerbersamaan atau ‘Bersama Kita Bisa’ itu dapat mendorong kita untuk meraih capaian prestasi setinggi-tingginya di bidang masing-masing. Semangat itu pula yang akan memungkinkan lahirnya ‘pahlawan-pahlawan’ era kini, yang berjuang sepenuh pengabdian tanpa pamrih untuk kejayaan, kemakmuran dan keutuhan NKRI.

Dalam kebhinekaan dan keanekaragaman kultur negeri ini, mari kita satukan tekad mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Mukadimah UUD 1945.

Gaungkan Kebahagiaan, Kedamaian dan Kesejatian dari Museum Rudana

Sumber: Denpasar Post, Rabu, 10 November 2010

image003Tujuh tokoh spiritual Bali, yakni Ida Pedanda Gede Ketewel Kemenuh, Ida Pedanda Gede Made Gunung, Ida Pandita Mpu Nabe Parama Daksa Natha Ratu Bagus, Merta Ada, dr. Gede Kamajaya, Kadek Suambara, serta Prabu Darmayasa, Jumat (5/11) lalu memperoleh penganugerahan Angkus Prana dari Museum Rudana, Peliatan, Ubud.
Museum Rudana mempersembahkan Anugerah Angkus Prana kepada tujuh tokoh spiritual Bali yang selama ini telah terbukti mendedikasikan baktinya guna melestarikan keselarasan dan keharmonian masyarakat Bali beserta adat, istiadat dan budayanya yang adiluhung. Pada acara yang digelar Jumat (5/11) di Museum Rudana kemarin, serangkaian dengan Bali Yoga Festival.

Anugerah Angkus Prana ini adalah renungan dan gagasan dari Bapak Putu Supadma Rudana, yang juga adalah President Director of Museum Rudana, yang berkeyakinan bahwa eksistensi dan keberadaan Bali yang tersohor hingga ke belahan dunia ini tentulah tidak lepas dari peranan para spiritualis dalam melakukan puja mantra dan doa agar masyarakat, lingkungan serta seluruh mahluk yang berdiam di pulau ini dalam naungan kedamaian dan kesentosaan, serta senantiasa selaras dan harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganugerahan ini dimaknai pula dengan peresmian Prasasti Angkus Prana berupa sentuhan langsung kedua telapak tangan para tokoh spiritual penerima Anugerah Angkus Prana beserta penandatanganan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Founder of Museum Rudana Nyoman Rudana.

Dalam sambutannya Nyoman Rudana menyampaikan bahwa Anugerah beserta Prasasti Angkus Prana merupakan persembahan keluarga besar Museum Rudana yang selama ini melaksanakan berbagai kegiatan budaya serta kesenian berikut ritual keagamaan sebagai sebuah wujud bakti kepada Yang Maha Agung. Dengan kata lain, keberadaan acara ini dapat dimaknai sebagai sumbangsih untuk mempererat tali batin dan kebersamaan sekaligus penghargaan kepada mereka yang setia mewujudkan cintanya kepada Bali, bangsa, dan umat manusia, melalui olah spiritual penuh ketulusan dan didasari oleh kebeningan serta keheningan hati.

“Yoga bukan hanya upaya kita untuk mencari kehidupan spiritual yang hakiki, namun juga dapat mempererat kebersamaan kita sebagai bagian dari alam semesta dan Tuhan Yang Maha Kuasa. Untuk itu, Putu Supadma Rudana, President Director Museum Rudana, mengusulkan untuk menjadikan tanggal 5 November sebagai Hari Yoga Bali, Nasional bahkan semoga dapat menjadi perayaan Internasional,” Ujar Nyoman Rudana.

Di sisi lain, pada sambutannya Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan melalui Bali Yoga Festival yang mengambil tema energy from nature merupakan upaya untuk membangun sumber daya manusia yang sehat, bugar dan kompetitif serta sekaligus membangun semangat solidaritas. “Kegiatan ini sangatlah tepat untuk mendorong proses adaptasi dan akulturasi yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat dapat selaras dengan kehidupan nilai-nilai kearifan lokal yang ada,” ujar Gubernur Bali yang dalam pengantar pidatonya menyatakan, if there’s any heaven in our world, this is the truly heaven, at Museum Rudana (Jika ada surga di dunia kita, inilah tempatnya, di Museum Rudana).

Dia juga mengungkapkan dalam era globalisasi dewasa ini masyarakat Bali dihadapkan pada tantangan berupa transformasi sosial budaya yang pada akhirnya berdampak pada sikap dan cara pandang masyarakat menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya. Berbagai pandangan mulai timbul di kalangan masyarakat terhadap tatanan nilai-nilai sosial-budaya yang dijiwai nilai-nilai religi. Demikian pula semakin meningkatnya arus migrasi menjadikan masyarakat semakin pluralistik. Hal ini, di samping akan bisa mewujudkan toleransi, di sisi lain akan dapat menimbulkan gesekan nilai-nilai sosial ekonomi. “Bila tidak disikapi secara cermat, maka bisa menimbulkan kesenjangan sosial, dan akan berimplikasi terhadap melemahnya tatanan budaya masyarakat lokal,” tegas Mangku Pastika.

Menurut Gubernur, bila kita mampu memaknai berbagai bentuk yoga yang ada dalam konsep holistik dari catur yoga, yaitu bakti, karma , jnana dan raja yoga adalah dimaksudkan membangun integritas diri untuk mewujudkan keharmonisan dalam tatanan hidup masyarakat Bali. Untuk itu kita semua mesti selalu berpegang pada norma agama dan tatanan nilai-nilai budaya demi kebaikan bersama serta akan lebih baik lagi bila disertai dengan peningkatan rasa kebersamaan yang dilandasi dengan hati nurani yang damai. ”Saya melihat bahwa dalam ajaran catur yoga di Bali ada tiga kekuatan manusia yang sering dilupakan yakni, mental, moral intelektual dan nilai-nilai kebersamaan. Ketiga kekuatan ini merupakan landasan untuk membangun cara berpikir universal. Melalui Bali Yoga Festival ini marilah kita kembangkan nilai-nilai universal utamanya mensinergikan kearifan lokal dengan nilai-nilai modern.” tandas Mangku Pastika.

Doa dan Uluran Keprihatinan Bagi Nusantara

Sumber: Bali Post, Rabu, 10 November 2010

image005Doa bagi Nusantara dilantunkan dengan keheningan dan kebeningan hati di Museum Rudana, Minggu (7/11) lalu serangkaian acara penutupan Bali Yoga Festival yang berlangsung sejak 5 November lalu.

Doa yang diprakarsai oleh Putu Supadma Rudana ini ditujukan untuk menyatukan energi spiritual penuh kasih guna turut membantu saudara-saudara sebangsa yang tengah mengalami cobaan dan ujian di Wasior, Mentawai dan juga di sekitar Gunung Merapi.

Lantunan doa bersama itu dihadiri pula oleh Ida Pandita Mpu Nabe Parama Daksa Natha Ratu Bagus, Founder of Museum Rudana Nyoman Rudana, beserta keluarga besar Museum Rudana, dimaknai pula sebagai kebersamaan dalam keprihatinan sebagai peneguh ikatan batin sesama anak bangsa di nusantara ini. Penyatuan prana dalam naungan daya spiritual kebersamaan ini, diyakini akan mendorong terciptanya keselarasan dan keharmonian antara manusia, alam, dan juga Sang Maha Agung.

“Semoga segala kebahagiaan, kedamaian dan kesejatian memancar ke segenap rasa, karsa, sparsa, cipta dan karya, di mana kita dapat kembali selaras dan harmoni dengan alam dan Yang Maha Agung. Dan semoga pula saudara-saudara kita yang tengah mengalami cobaan dan ujian diberi kekuatan dan kesanggupan untuk menghadapinya,” kata Putu Rudana.

Dalam kesempatan itu juga Keluarga Besar Museum Rudana menggelar aksi spontan berupa pengumpulan dana yang akan disalurkan kepada media-media terpilih, baik lokal maupun nasional, yang telah membuka posko penanggulangan bencana dan keprihatinan bersama.

Sebelumnya, tujuh tokoh spiritual Bali, yakni Ida Pedanda Gede Ketewel Kemenuh, Ida Pedanda Gede Made Gunung, Ida Pandita Mpu Nabe Parama Daksa Natha Ratu Bagus, Merta Ada, dr. Gede Kamajaya, Kadek Suambara, serta Prabu Darmayasa, Jumat (5/11) lalu memperoleh penganugerahan Angkus Prana dari Museum Rudana, Peliatan, Ubud.

Museum Rudana mempersembahkan Anugerah Angkus Prana kepada tujuh tokoh spiritual Bali yang selama ini telah terbukti mendedikasikan baktinya guna melestarikan keselarasan dan keharmonian masyarakat Bali beserta adat, istiadat dan budayanya yang adiluhung. Pada acara yang digelar Jumat (5/11) di Museum Rudana kemarin, serangkaian dengan Bali Yoga Festival.

Cerminan Doa Bersama

Sumber : Denpasar Post, Rabu, 10 November 2010

image004Prasasti Angkus Prana tidak hanya dapat dimaknai sebagai wujud persembahan, melainkan juga cerminan doa bersama untuk menyatukan berbagai prana atau unsur kehidupan yang hakiki guna mewujudkan pulau Bali yang lestari serta penuh dengan toleransi. Prasasti ini bukan hanya berdimensi masa kini, melainkan juga memiliki nilai-nilai pencerahan bagi generasi mendatang. Terukir dalam prasasti tersebut renungan Putu Supadma Rudana: Sebuah pesamuan kebersamaan kita dalam doa, puja dan bakti kepada Sang Maha Agung.

Di sinilah dimaknai karunia kasih dan cinta guna menjunjung dan menggaungkan nilai-nilai luhur keselarasan serta keharmonian antara sesama umat manusia, semesta raya, dan Sang Maha Pencipta. Semoga segala kebahagiaan, kedamaian dan kesejatian memancar ke segenap rasa, karsa, sparsa, cipta dan karya, di mana semua makna luluh menyatu ke mula yang pertama ke inti sari segala yang hakiki.

Angkus Prana sendiri dipetik dari Bahasa Sansekerta yang merujuk pada kisah Mahabarata yang menceritakan tentang bagaimana kepahlawanan Sang Bima, putra Pandu, yang menjunjung di bahunya keempat saudara beserta ibunda tercinta, Kunti, guna menghindari marabahaya berupa jebakan kobaran api yang direncanakan secara licik oleh Para Korawa. Terkandung dalam peristiwa ini, sebuah nilai-nilai filosofis luhur tentang kebersamaan dalam keselarasaan dan keharmonian, serta nilai-nilai kepahlawanan yang hakiki. Hanya melalui penyatuan segala prana dalam keseluruhan energi kosmis atau semesta, maka kebajikan yang terefleksi pada diri Bima, akan memperoleh wujud kekuatannya melalui puja, doa, serta bakti.

Selain melalui persembahan Anugerah Angkus Prana berserta peresmian prasasti, sebuah wujud doa bersama juga dilakukan demi keharmonian dunia, serta ditujukan agar masyarakat, lingkungan serta seluruh mahluk yang berdiam di pulau ini, bangsa Indonesia serta semesta raya, senantiasa dalam naungan kedamaian dan kesentosaan, selaras dan harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa. Doa bersama ini diwujudkan dengan penanaman pohon Bodhi oleh Gubernur Bali, Nyoman Rudana serta Ketua Panitia Bali Yoga Festival Dra. Made Suardewi.

Dra. Made Suardewi, dalam laporan, berharap supaya kegiatan ini dapat melibatkan segenap masyarakat pecinta yoga dan spiritual untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang damai dan tenteram. ”Bali Yoga Festival ini berupaya memberi pemahaman yoga secara holistik kepada masyarakat. Intinya, yoga itu bukan sebatas asana,” ujarnya. Melalui olah yoga, berikut tahapannya, yakni yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dyana dan samadi, maka seorang anak akan menjadi baik seperti yang diidam-idamkan lahirnya anak suputra.

Merujuk Kisah Mahabarata

Sumber: Denpasar Post, Rabu 10 November 2010

image003 Angkus Prana dipetik dari Bahasa Sansekerta yang merujuk pada kisah Mahabarata yang menceritakan tentang bagaimana kepahlawanan Sang Bima, putra Pandu, yang menjunjung di bahunya keempat saudara beserta ibunda tercinta, Kunti, guna menghindari marabahaya berupa jebakan kobaran api yang direncanakan secara licik oleh Para Korawa. Terkandung dalam peristiwa ini, sebuah nilai-nilai filosofis luhur tentang kebersamaan dalam keselarasaan dan keharmonian, serta nilai-nilai kepahlawanan yang hakiki.

Hanya melalui penyatuan segala prana dalam keseluruhan energi kosmis atau semesta, maka kebajikan yang terfeleksi pada Bima akan memperoleh wujud kekuatan melalui puja, doa, serta bakti.

Prasasti Angkus Prana merupakan cerminan doa bersama untuk menyatukan berbagai prana atau unsur kehidupan yang hakiki guna mewujudkan pulau Bali yang lestari serta penuh dengan toleransi.

Prasasti ini bukan hanya berdimensi masa kini, melainkan juga memiliki nilai-nilai pencerahan bagi generasi mendatang.

Peresmian Prasasti Angkus Prana dilakukan di Museum Rudana, di mana batu prasasti dikelilingi oleh Mandala, salah satu lambang suci dalam agama Hindu, yang mencerminkan juga keharmonisan antara manusia, semesta alam, serta Yang Maha Agung.

Ketujuh tokoh spiritual ini meresmikan Prasasti Angkus Prana dengan menyentuh batu dengan telapak tangan ke prasasti bersama-sama, disaksikan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, Founder of Museum Rudana serta Putu Supadma Rudana.

Doa bersama untuk keharmonian dunia, serta ditujukan agar masyarakat, lingkungan serta seluruh makhluk yang berdiam di pulau ini dalam naungan kedamaian dan kesentosaan, serta senantiasa selaras dan harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa