A Man With Spirit of Art

Fiori mendapatkan janji blind date dengan seorang pengusaha sukses asal Bali. Menurut kabar, ia adalah orang yang sangat terpandang dan aktif di dunia seni. Bagaimana jadinya kencan buta itu? Ikuti obrolan Fiori untuk mengenal lebih dalam Putu Supadma Rudana.

Perkenalan Fiori dengan Putu diawali dengan jabat tangan hangat dan saling bertukar kartu nama. Baru saja kami berkenalan, cerita mengalir deras dari bibirnya tentang kartu nama beliau yang sangat artsy dan saratpersonal touch. Ya, itulah Putu Rudana. Walaupun ia terhitung orang penting dan sibuk, keramahan dan kerendahan hatinya selalu bisa dirasakan bagi siapa saja yang menjadi lawan bicaranya.

The Subject of Change

Berbincang dengan Putu bagaikan membaca sebuah ensiklopedia seni yang mudah dipahami. Bukan karena ia sangat mengusasi seni saja, mengingat ia adalah seorang kolektor seni lukis, pemilik museum, dan gallery lukisan, namun karena ia selalu menyisipkan elemen seni di tiap pandangan dan pendapatnya. “Seni dan budaya adalah bahasa universal, bahasa global, bahasa cinta kasih. Berbicara dengan bahasa budaya akan mampu mengomunikasikan segala hal. Itulah sebabnya seni tidak dapat dipisahkan dari keberlangsungan hidup manusia,” urainya memberi penjelasan.

Terlahir dari keluarga yang sudah kental dilingkupi darah seni, memang membuat Putu sangat mendarah daging dengan dunia satu itu. Namun berkat racikannya, seni menjadi sebuah bisnis yang tak bisa dianggap sebelah mata keuntungannya. “Sinergi antara Museum Rudana dan Rudana Fine Art Gallery, layaknya sebuah badan dan jiwa. Keberlangsungan kedua hal tersebut menjadi nafas untuk Rudana Art Foundation, yayasan seni nonprofit. Memang ini tidak bisa dilihat hanya dari segi bisnis, namun bisnis juga tidak bisa ditinggalkan sepenuhnya,” terangnya lugas.

Luasnya ilmu yang dikuasai Putu, memang menjadikan ia seseorang yang cerdik dan berpikiran terbuka. Tidak puas hanya mengantungi ilmu seni dari lingkungan terdekatnya, Putu menekuni ilmu bisnis dan keuangan, yang memperkaya khazanahnya dalam mengelar usaha. Kini, ia tercatat tak hanya sebagai seseorang yang aktif di bidang seni, namun juga berpraktik di dunia investasi dan jasa.

The Art of Politic

Pembicaraan kami semakin berlanjut dan tercetuslah omongan tentang keterlibatan beliau di dunia politik. Seperti memahami rasa penasaran Fiori, Putu beralasan bijaksana tentang keputusannya itu. “Politik adalah tugas mulia. Jangan pernah membenci politik, karena semua hal yang dilakukan di dunia ini didasarkan atas politik, bahkan hewan pun berpolitik,”. Pria penyuka olahraga golf ini menjelaskan bahwa ia ingin menjadi aspirator bagi orang banyak dengan politik, bukan ingin mencari ketenaran atau keuntungan pribadi. “Saya ingin bisa menyentuh semua orang. Dengan berpolitik, saya bisa berada di tengah, menjadi jembatan penghubung antara rakyat dan petinggi negara,” tukasnya.

Sayangnya, niat baik Putu untuk menjadi penyalur aspirasi rakyat, tidak bisa terealisasi tahun ini. Ia kalah dalam pemilihan umum legislatif bulan April lalu, karena tidak mendapatkan jumlah suara yang cukup untuk terus melaju ke kursi dewan. “Kekalahan atau kemenangan adalah hikmah. Yang terpenting masyarakat telah menjatuhkan pilihan masing-masing. Seseorang yang gagal bukan berarti akan selamanya gagal. Bisa saja ini menjadi jalan terbaik yang dipilihkan Sang Hyang Widhi untuk saya. Buktinya, pascapileg ini, saya bukannya berhenti membangun bangsa, tapi terus beraktivitas positif, di antaranya mengikuti Munas Asosiasi Museum Indonesia (AMI) di Jambi pada 4 hingga 8 Mei lalu. Acara ini diikuti 250 museum, baik swasta dan negeri, dari seluruh Indonesia, termasuk Himpunan Museum Bali (Himusba) sebagai anggota AMI,” terangnya sumringah.

Lalu, apa sebenarnya relevansi berpolitik dengan seni? Putu dengan sigapnya menjelaskan bahwa politik bisa menjadi salah satu sarana untuk merealisasikan mimpi besarnya. ”Saya ingin mengangkat harkat dan martabat bangsa melalui aset yang dimiliki Indonesia. Apabila kita berpikir untuk membuat industri otomotif mewah, kita akan ketinggalan jauh. Tapi, bila kita berfokus di bidang budaya, sebenarnya kita sudah maju di depan. Tinggal pilar-pilarnya yang disatukan, sehingga kejayaan seni dan budaya Indonesia bisa tercapai,”jelas pria pelahap buku-buku seni, bisnis, dan golf ini.

The Man of Art

Melihat sendiri betapa banyaknya talenta dan kesibukan Putu, Fiori penasaran dengan sisi terdalam seorang Putu Rudana. ”Bila melepas semua ’pakaian’ yang menempel di diri saya selama ini, saya sebenarnya hanyalah seorang pribadi yang sangat mencintai seni. Saya adalah seorang yang sangat kaya, karena bangga bisa menjadi bagian dari kekayaan seni dan budaya. Saya tidak perlu mobil mewah atau barang-barang berharga mahal untuk merasa kaya,” tuturnya berfilosofis.

Penasaran dengan cara berpikirnya yang tulus dan tenang, ia mengaku sangat mengidolakan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, dalam pertemuan kami, berkali-kali Putu melontarkan nama SBY dalam bentukquote. ”Saya memang mengidolakan beliau dalam hal kepemimpinan. SBY di mata saya adalah sosok pemimpin yang berbudi luhur dan jujur,” pujinya tulus. ”Saya sangat tersentuh ketika ia memberi nilai ’excellence’ untuk buku panduan tentang museum di Bali bertajuk ”Treasure of Bali” yang saya buat. Tentu seorang sekelas SBY tidak akan mudah memberi nilai setinggi itu hanya dari satu sisi,” ceritanya riang.

Tak terasa obrolan kami harus berakhir karena pria lulusan Webster University of St. Louis, USA, ini, harus berlanjut ke aktivitas selanjutnya. Sebelum kami berpisah, ia meninggalkan kalimat yang melekat di pikiran saya hingga kencan singkat itu berakhir, ”Keterlibatan saya di dunia seni adalah sebuah pengabdian, tidak ada rasa lelah untuk menjalaninya. I’m willing work extra times. Saya mau dan akan bekerja dengan maksimal demi mencurahkan segalanya untuk seni dan budaya,”. What a man!

Sumber:
Fiori edisi Juni 2009
Teks:
Iera Sipahutar

Leave a Reply

Your email address will not be published.