Sumber: Denpasar Post, Rabu, 10 November 2010
Tujuh tokoh spiritual Bali, yakni Ida Pedanda Gede Ketewel Kemenuh, Ida Pedanda Gede Made Gunung, Ida Pandita Mpu Nabe Parama Daksa Natha Ratu Bagus, Merta Ada, dr. Gede Kamajaya, Kadek Suambara, serta Prabu Darmayasa, Jumat (5/11) lalu memperoleh penganugerahan Angkus Prana dari Museum Rudana, Peliatan, Ubud.
Museum Rudana mempersembahkan Anugerah Angkus Prana kepada tujuh tokoh spiritual Bali yang selama ini telah terbukti mendedikasikan baktinya guna melestarikan keselarasan dan keharmonian masyarakat Bali beserta adat, istiadat dan budayanya yang adiluhung. Pada acara yang digelar Jumat (5/11) di Museum Rudana kemarin, serangkaian dengan Bali Yoga Festival.
Anugerah Angkus Prana ini adalah renungan dan gagasan dari Bapak Putu Supadma Rudana, yang juga adalah President Director of Museum Rudana, yang berkeyakinan bahwa eksistensi dan keberadaan Bali yang tersohor hingga ke belahan dunia ini tentulah tidak lepas dari peranan para spiritualis dalam melakukan puja mantra dan doa agar masyarakat, lingkungan serta seluruh mahluk yang berdiam di pulau ini dalam naungan kedamaian dan kesentosaan, serta senantiasa selaras dan harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganugerahan ini dimaknai pula dengan peresmian Prasasti Angkus Prana berupa sentuhan langsung kedua telapak tangan para tokoh spiritual penerima Anugerah Angkus Prana beserta penandatanganan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Founder of Museum Rudana Nyoman Rudana.
Dalam sambutannya Nyoman Rudana menyampaikan bahwa Anugerah beserta Prasasti Angkus Prana merupakan persembahan keluarga besar Museum Rudana yang selama ini melaksanakan berbagai kegiatan budaya serta kesenian berikut ritual keagamaan sebagai sebuah wujud bakti kepada Yang Maha Agung. Dengan kata lain, keberadaan acara ini dapat dimaknai sebagai sumbangsih untuk mempererat tali batin dan kebersamaan sekaligus penghargaan kepada mereka yang setia mewujudkan cintanya kepada Bali, bangsa, dan umat manusia, melalui olah spiritual penuh ketulusan dan didasari oleh kebeningan serta keheningan hati.
“Yoga bukan hanya upaya kita untuk mencari kehidupan spiritual yang hakiki, namun juga dapat mempererat kebersamaan kita sebagai bagian dari alam semesta dan Tuhan Yang Maha Kuasa. Untuk itu, Putu Supadma Rudana, President Director Museum Rudana, mengusulkan untuk menjadikan tanggal 5 November sebagai Hari Yoga Bali, Nasional bahkan semoga dapat menjadi perayaan Internasional,” Ujar Nyoman Rudana.
Di sisi lain, pada sambutannya Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan melalui Bali Yoga Festival yang mengambil tema energy from nature merupakan upaya untuk membangun sumber daya manusia yang sehat, bugar dan kompetitif serta sekaligus membangun semangat solidaritas. “Kegiatan ini sangatlah tepat untuk mendorong proses adaptasi dan akulturasi yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat dapat selaras dengan kehidupan nilai-nilai kearifan lokal yang ada,” ujar Gubernur Bali yang dalam pengantar pidatonya menyatakan, if there’s any heaven in our world, this is the truly heaven, at Museum Rudana (Jika ada surga di dunia kita, inilah tempatnya, di Museum Rudana).
Dia juga mengungkapkan dalam era globalisasi dewasa ini masyarakat Bali dihadapkan pada tantangan berupa transformasi sosial budaya yang pada akhirnya berdampak pada sikap dan cara pandang masyarakat menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya. Berbagai pandangan mulai timbul di kalangan masyarakat terhadap tatanan nilai-nilai sosial-budaya yang dijiwai nilai-nilai religi. Demikian pula semakin meningkatnya arus migrasi menjadikan masyarakat semakin pluralistik. Hal ini, di samping akan bisa mewujudkan toleransi, di sisi lain akan dapat menimbulkan gesekan nilai-nilai sosial ekonomi. “Bila tidak disikapi secara cermat, maka bisa menimbulkan kesenjangan sosial, dan akan berimplikasi terhadap melemahnya tatanan budaya masyarakat lokal,” tegas Mangku Pastika.
Menurut Gubernur, bila kita mampu memaknai berbagai bentuk yoga yang ada dalam konsep holistik dari catur yoga, yaitu bakti, karma , jnana dan raja yoga adalah dimaksudkan membangun integritas diri untuk mewujudkan keharmonisan dalam tatanan hidup masyarakat Bali. Untuk itu kita semua mesti selalu berpegang pada norma agama dan tatanan nilai-nilai budaya demi kebaikan bersama serta akan lebih baik lagi bila disertai dengan peningkatan rasa kebersamaan yang dilandasi dengan hati nurani yang damai. ”Saya melihat bahwa dalam ajaran catur yoga di Bali ada tiga kekuatan manusia yang sering dilupakan yakni, mental, moral intelektual dan nilai-nilai kebersamaan. Ketiga kekuatan ini merupakan landasan untuk membangun cara berpikir universal. Melalui Bali Yoga Festival ini marilah kita kembangkan nilai-nilai universal utamanya mensinergikan kearifan lokal dengan nilai-nilai modern.” tandas Mangku Pastika.