Oleh : Putu Supadma Rudana*)
Berselang dua hari sebelum berakhir masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan Museum Kepresidenan Balai Kirti, bertempat di lingkungan Istana Bogor, Jawa Barat. Acara yang berlangsung pada tanggal 18 Oktober 2014 tersebut nyaris tanpa pemberitaan yang luas di tengah riuhnya euforia media massa menjelang pelantikan Presiden Indonesia terpilih Ir Joko Widodo. Kendati seluruh perhatian terpusat pada detik-detik menjelang pelantikan Jokowi, namun sesungguhnya peristiwa peresmian Museum Kepresidenan adalah sebuah momentum penting dalam sejarah Indonesia.
Peresmian museum Balai Kirti boleh dikata merupakan perwujudan gagasan Presiden SBY yang sedari tahun 2012 memang telah dicanangkannya. Dalam kesempatan menyampaikan sambutan pada acara peresmian, Bapak Presiden SBY menegaskan bahwa kehadiran museum ini bukan hanya diperuntukkan bagi enam presiden pendahulu Negara Republik Indonesia ini, melainkan juga bagi presiden-presiden mendatang.
Gagasan luhur tersebut menunjukkan Pak SBY adalah seorang negarawan yang visioner, menyadari bahwa memuliakan sejarah bermakna melanggengkan nilai-nilai kesejatian bangsa ini, yang diharapkan terangkum sebagai way of life, dan terwariskan dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu, jelaslah bukan satu kebetulan bila museum Balai Kirti ini justru diresmikan di penghujung masa kepemimpinannya.
Selama kurun waktu 10 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia, kita juga dapat menyaksikan bagaimana tingginya perhatian Pak SBY terhadap pelestarian, pengembangan dan kemajuan seni budaya di tanah air. Sebagai seorang prajurit yang telah bertugas di berbagai wilayah di nusantara ini, Beliau tentulah meresapi bagaimana Indonesia begitu kaya akan adat istiadat serta kehidupan kulturalnya. Ya, memang negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki anugerah kekayaan yang luar biasa. Letaknya sangat strategis, di antara dua benua, Australia dan Asia, serta dua samudera, yakni Pasifik dan Hindia. Wilayahnya begitu luas, terdiri dari 17.504 pulau, berukuran besar dan kecil, terentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau We sampai Pulau Rote.
Berangkat dari kesadaran akan kekayaan kultural nusantara tersebut, Pak SBY menilai museum memiliki peran yang terbilang strategis sekaligus simbolis. Tidak seperti yang selama ini dibayangkan oleh sebagian masyarakat awam, museum terbukti dapat difungsikan sebagai laboratorium kebudayaan atau semacam center of excellence, di mana para ahli, pakar aneka bidang dan juga generasi muda dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan gagasan-gagasan cerdasnya berdasarkan suatu telaah yang lebih mendalam terhadap apa yang telah dicapai para leluhur melalui karya-karya berupa apapun yang tersimpan di dalam museum, sehingga menghasilkan kreasi-kreasi inovatif yang bermanfaat bagi pembangunan, baik itu tataran filosofis maupun praksis.
Mengukuhkan Kebudayaan, Meneguhkan Nilai Kebangsaan
Secara pribadi, sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan museum, serta kini dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Pusat, saya merasa berbahagia dan menaruh hormat setingginya kepada Pak SBY yang memposisikan keberadaan museum sedemikian mulianya. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, di akhir-akhir masa kepemimpinannya, beliau justru tidak berusaha membangun citra keagungannya dengan meresmikan proyek-proyek mercusuar berupa bangunan-bangunan spektakuler atau jembatan-jembatan megah, melainkan sebuah Museum.
Sejalan dengan itu, AMI sebagai satu-satunya organisasi mitra pemerintah dalam bidang permuseuman, hingga kini menaungi lebih dari 400 museum se-Nusantara serta 18 Asosiasi Museum Indonesia Daerah (AMIDA) yang tersebar di seluruh Indonesia. Selama ini pula, menjalankan amanat dan kepercayaan keluarga besar museum Indonesia, saya telah melakukan kunjungan serta silahturahami ke berbagai museum di tanah air, baik yang dikelola swasta maupun negeri. Kunjungan tersebut kian menyadarkan saya bahwa kehadiran museum di tengah masyarakat bukan semata sebagai tempat menyimpan dan menjaga warisan budaya nusantara, namun lebih jauh lagi yaitu untuk merawat memori kultural bangsa ini. Melalui museum beserta koleksi berharganya, kita dapat mempelajari keadiluhungan masa silam seraya berupaya menyikapi dan memaknai nilai-nilai di dalam memorabilia tersebut sebagai inspirasi guna mengembangkan daya kreatif bangsa ini.
Program dan agenda-agenda kegiatan AMI sesungguhnya memang bermuara pada satu sasaran utama, yakni Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa (Nation and Character Building) menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita para founding father. Kegiatan-kegiatan dimaksud, baik berupa pameran, dialog, penerbitan atau pertunjukan, dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, mengundang budayawan, tokoh dan pakar berbagai bidang yang memiliki perhatian pada kemajuan kebudayaan dan pendidikan di Indonesia. Melalui kegiatan yang mentradisi tersebut, diharapkan tersemai gagasan-gagasan bernas, cerdas dan visioner serta mencerahkan, sebagaimana yang diharapkan Pak SBY sewaktu meresmikan Museum Kepresidenan.
Jelaslah pendirian dan peresmian Museum Kepresidenan tersebut bukan semata bermakna simbolis yang mencerminkan visi kenegarawanan seorang Presiden, melainkan juga merefleksikan pengharapan Pak SBY selama ini, yakni hendaknya kehidupan perpolitikan di tanah air didasari oleh etika politik yang bersih, cerdas dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, yang nasionalis sekaligus dipenuhi suasana kebersamaan serta toleransi. Inilah politik yang berbudaya, yang tak semata-mata hanya berlomba berebut dan melanggengkan kekuasaan, akan tetapi berjuang bersama-sama dengan mengedepankan panggilan pengabdian demi Indonesia.
*)Ketua Departemen Kebudayaan dan Pariwisata DPP Partai Demokrat dan Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia
Sumber : website Partai Demokrat