Author: Administrator

Sinergi Menuju Kesempurnaan Wawancara Seni dengan Putu Supadma Rudana

Sinergi Menuju Kesempurnaan Wawancara Seni dengan Putu Supadma Rudana

MUSEA mengirim pewartanya untuk mewawancarai Putu Supadma Rudana-project coordinator MUSEA. Dinding dipenuhi dengan foto bersama para dignitaries-mulai dari presiden RI, beberapa Menteri dan petinggi dari dalam negeri maupun luar negeri. Lukisan apik dekoratif membuat ruangan ber-AC ini nyaman untuk melakukan wawancara dengan Managing Director Museum Rudana, Putu Supadma Rudana yang, berkat promosi seni yang atraktif, kreatif dan segar, beberapa saat lalu menerima sebutan Mr. Excellent dari Presiden RI, SBY. Interview ini membahas beberapa visi, pemikiran seputar kesenian di Bali, Indonesia.

Selamat atas julukan Excellent dari SBY kepada Anda. Bagaimana perasaan Anda dan bagaimana Anda mendapatkan anugerah ini?

Beberapa saat saya merasa gembira. Saya tidak mengira akan mendapatkan anugerah ini. Namun demikian, setelah saya merenungkannya dalam-dalam, anugerah ini bahkan menjadi cambuk bagi saya untuk lebih bergiat dalam dunia permuseuman serta pengembangan kesenian di Bali. Saya pikir ini juga merupakan tanggung jawab besar. Lebih lanjut, saya juga merasakan bahwa julukan ini bukan hanya mencerminkan keberhasilan saya, namun ini juga keberhasilan Bali dalam tataran dunia permuseuman, khususnya dari dunia seni budaya pada umumnya. Saya ingin melihat ada orang-orang lain, terutama yang muda-muda yang mendapat anugerah-anugerah serupa dari pemerintah atau dari presiden langsung. Saya memimpikan Bali dipenuhi dengan para pemuda yang berpotensi memimpin lewat segala aktivitasnya.

Apakah Anda pernah mendapatkan penghargaan serupa di tingkat lokal, misalnya dari Dewan Kesenian Bali, Gubernur atau dari Stake Holder lainnya?

Belum pernah. Saya langsung mendapatkan anugerah ini dari pak SBY. Saya harap ke depan kita bisa melihat para pemegang kepentingan di Bali bisa mengapresiasi kerja keras serta potensi-potensi yang berada di Bali. lnilah masalahnya. Pak SBY saya pikir tidak gegabah dalam memberikan sebutan seperti ini pasti ada pertimbangan-pertimbangan yang diambil. Sekali lagi, semoga anugerah yang diberikan kepada saya ini bisa menjadi pendorong bagi pegiat seni dan permuseuman untuk semakin berkiprah dan terjun langsung dalam pengembangan seni Bali dan Indonesia.

Bisa ceritakan mengapa Anda mendapatkan anugerah ini?

Semua ini diawali dengan upaya penulisan, pengumpulan informasi, wawancara dengan berbagai pihak yang kami tuangkan dalam buku Treasure of Bali. Pengkoordinasian penciptaan buku ini memang makan banyak waktu dan tenaga, karena kita harus mensinergikan berbagai museum yang memiliki koleksi beragam dan afiliasinya pun bermacam-macam. Di samping itu, kami juga harus mampu mensinkronkan banyak ikon dan tokoh kesenian Bali yang mungkin juga memiliki karakter personal yang berbeda-beda pula. Kami haturkan buku ini kepada Pak SBY. Dan beliau sangat impressed (terkesan sekali) dengan keprofesionalan penulisan, tata letak dan tata artsistik dsb, yang membuat buku ini sempurna.

Apa yang mendorong Anda untuk melakukan upaya yang tidak gampang ini?

Kecintaan pada Bali dan tentunya Indonesia. Pada hakekatnya, saya jarang mempedulikan nilai untung akhir atau nominal dari kegiatan sosial seperti ini Saya berpartisipasi dan berkiprah melakukan pengembangan permuseuman dan seni udaya Bali lebih dari sekedar untuk pencapaian finansial, karena pada hakekatnya, dalam opini saya, kita bersentuhan dengan dunia jiwa, dunia cita, atau katakanlah dunia seni itu adalah dunia yang profan.

Dengan keberhasilannya dalam menghantarkan perhelatan Modern Indonesian Masters, Putu Rudana telah membuktikan keberhasilannya dalam mengkoordinasikan dan mengimplementasikan tugas berat untuk mengarahkan perhatian dunia ke seniman-seniman maestro Indonesia yang, dengan curahan kreatifitasnya, menciptakan karya-karya yang turut memperindah dunia.

Pada usia yang masih muda ini (33 tahun-Red). Anda mampu memimpin beberapa kegiatan, bukan hanya kesenian, namun juga olahraga, yaitu golf, serta bisnis perminyakan. Apakah hal ini tidak bertolak belakang dengan visi Anda untuk mengembangkan seni dan budaya Bali?

Saya melihatnya ketiga-tiganya dalam konteks yang lebih luas. Saya percaya dengan sinergi yang sebetulnya bisa saling menopang segala kegiatan yang kelihatannya saling bertolak belakang. Lewat bisnis BBM, sebagai salah satu menjadi energi dari usaha pengembangan seni dan budaya. Aktivitas pengembangan seni, sebagaimana aktivitas lain, memerlukan bahan sumber-sumber lain bahan bakar, energi untuk membantu langkah maju. ini adalah bagian dari sumber untuk mengakselerasi dunia seni. Di bidang olahraga, saat ini saya menjadi ketua III Pengurus Daerah PGI (Persatuan Golf Indonesia Bali). Saya tidak henti-hentinya mendorong para atlit muda, misalnya mereka yang akan berpartisipasi di PON atau yang akan bertanding ke luar negeri, untuk mengenal Bali-Indonesia, untuk mencintai seni dan budaya Bali-Indonesia, karena saya percaya bahwa para atlet tersebut adalah wakil muhibah Bali bahkan Indonesia untuk berkiprah di perhelatan internasional. Bisa Anda bayangkan kalau para atlet kita mampu menjadi agent of promotion bagi Indonesia dengan pengetahuan seni dan budayanya.

Anda tidak khawatir dengan pembangunan lapangan golf yang rakus dengan lahan? Bukankah ini bisa menjadi counter productive terhadap apa yang kita cita-citakan bagi Bali, yakni konsep Tri Hita Karana keselarasan antara manusia, alam dan sang maha pencipta?

Karena didasari rasa cinta Bali, kita tidak mungkin mengorbankan salah satu pilar Tri Hita Karana tersebut yang dalam hal ini merujuk pada keselarasan dengan alam. Dalam pengurusan PGI tentunya kita punya niat yang luhur. Kita akan memantau, dalam koridor kewenangan kita, bahwa segala pembangunan lapangan golf tidak boleh menelan lahan produktif. Bahkan sebaliknya, lahan tidak produktif bisa diupayakan menjadi lahan hijau yang bisa menarik devisa penduduk di sekitarnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Bukankah dengan demikian olahraga ini menjadi environmentally friendly danfinancially benefitable bagi semua? Pada intinya, saya masih menopangkan segala kegiatan ini untuk kegunaan manusia dan lingkungannya
Anda tentunya sangat sibuk dengan segala kegiatan Anda, baik di core business Anda sebagai CEO dan Direktur Finansial di GRP (Group Rudana Putra), menjadi pelaksana kemudian kegiatan lain sebagai Ketua III PGI, dan sebagai ketua III dari organisasi Hiswana Migas, serta jabatan-jabatan lainnya. Bagaimana Anda melakukan ini semua?
Pada esensinya semuanya terletak pada the art of managing resources. Sedangkan sumber daya merujuk bukan hanya finansial atau manusia saja. Lebih kompleks dari itu semua. Namun kalau kita bisa mensinerjikan sumber daya tersebut untuk memberikan mutu terbaik pada klien kita, niscaya customer kita akan terpuaskan. Dengan mengadopsi moto yang saya yakini penting dalam hidup, yakni the art of business in the business of art (seni bisnis dalam bisnis seni), the art of excellence, seni kesempurnaan, di mana kita tidak akan puas dengan sesuatu yang mediocre (setengah-setengah saja). Klien kita, baik yang internal maupun external mengharapkan sesuatu yang sempurna, tentunya kita harus menjumput bola itu. Kita menyajikan yang par excellent juga. Tentunya, bagi saya ini bukan hanya sebagai jargon atau istilah linguistik yang maknanya kosong. Ini adalah sebuah guiding principle (prinsip pemandu) yang saya anut dan saya terapkan dalam kiprah hidup saya.

Bagaimana Anda mensikapi keterpurukan dunia bisnis seni yang pada perempat dasawarsa belakangan ini dan apa kiat-kiat yang Anda terapkan sehingga Museum, Rudana, kemudian Rudana Fine Art Gallery, maupun core business Anda lainnya tetap eksis?

Memang dalam siklus fluktuasi ekonomi sebuah bisnis tentu ada naik turunnya. Namun demikian, dengan menerapkan pendekatan kreatif -thinking outside the box-atau berpikir secara lateral, dengan lain kata kita mengantisipasi hal-hal tak terduga yang akan terjadi dengan creative future problem solutions kita bisa mengurai simpul-simpul yang biasanya membelenggu kelajuan bisnis. Saya percaya Yang Maha Kuasa memberikan kita limpahan rezeki dan salah satu limpahan tak ternilainya adalah kemauan kita untuk melakukan pemikiran dan upaya-upaya kreatif. Dengan demikian kita tidak akan berbangga dengan limpahan rezeki yang pada akhirnya bisa menjerumuskan kita pada keserakahan yang bisa membuahkan kutukan. Nah, salah satu dari upaya untuk mencapai the art of excellence tadi adalah kita harus berani berusaha, berjuang dan berkorban. Bagaimana kita bisa memberikan yang terbaik. Dengan demikian sering kali kita kemudian secara tidak sadar telah ‘memberikan lebih dari yang atau exceeding people’s expectation.

Waktu berlalu dengan cepat sekali. Tak terasa wawancara ini telah berlangsung hampir separuh hari. Diselingi dengan beberapa kopi, wawancara berlangsung dengan hangat.

Pertanyaan terakhir sebelum kita akhiri wawancara ini. Dengan seni budayanya, bagaimana Anda melihat Bali ke depan?

Saya melihat Bali dengan impian. Saya memimpikan Bali sebagai the Heart of Indonesia, the Heart of Asia and the Heart of the World. Namun perlu saya tandaskan di sini bahwa bukan semata-mata keindahan fisiknya dengan faktor-faktor budaya yang kasap mata. Lebih dari itu, budaya ini bagaikan sebuah gunung es. Apa yang tampak mata merupakan puncak, sedangkan kandungan-kandungan lainnya tersimpan di bawah laut. Limpahan kandungan budaya Bali masih banyak yang bisa diungkap oleh kita untuk dipaparkan ke dunia. Istilah heart tidak hanya merujuk pada jantung saja. Karena kita tidak hanya menjadi sebuah pusat kegiatan, namun lebih dari itu saya memimpikan Bali menjadi opsi yang damai dan lomba adi kuasa dengan keserakahan destruktif, dengan difinisi heart yang lainnya, yakni ‘hati’ atau ‘jiwa’ atau jantung merujuk pada cinta kita pada kehidupan yang penuh damai dengan sesama manusia, untuk alam dan kepada Tuhan Sang Pencipta. Saya impikan Bali, bukan hanya menjadi sesinggahan sementara untuk para pemimpin dunia bertemu, berembug dan menelorkan kebijakan-kebijakan dunia dalam konperensi-konperensinya. Namun lebih dari itu, Bali, dengan segala komponen masyarakat lintas etnis dan agamanya, sebagai pencerminan masyarakat majemuk Indonesia yang cinta damai yang ideal mampu mampu menawarkan konsep damainya. Ini memang sebuah impian, namun bukankah semua keberhasilan itu berawal dari sebuah mimpi yang kemudian menjelma menjadi visi, misi dan akhirnya menjadi kenyataan. Di sinilah letak rahasianya. Mungkin dengan the art of realising dreams, saya sudah mencapai beberapa mimpi personal, namun impian untuk kemaslahatan bersama sesama manusia, sebangsa harus menjadi mimpi kita semua. Dengan dan lewat Bali, kalau Tuhan mengizinkan, saya ingin memberikan kontribusi ke bangsa ini. Dengan apapun yang kita punyai kita mampu mencapai mimpi menjadi bagian kemanusian dunia yang beradab.

Museum Rudana presents “Modern Indonesia Masters”

Museum Rudana presents “Modern Indonesia Masters”

Celebrating its 12th anniversary, Museum Rudana in Ubud presents the works of four Indonesian maestros in an exhibition entitled ‘The World of Abstract’.

Rarely do four painting maestros appear at one group exhibition. But this month it is this rare art happening that takes place at the Museum Rudana in Ubud, where two of Bali’s foremost artists meet up with two of Java’s.
“It’s such a lot of work to make this happen. Therefore we’re proud to be able to stage this rare event, the first of its kind on the island, (and I am sure) in Indonesia”, said Putu Supadma Rudana, managing director of the Museum Rudana.

Bali’s maestros Nyoman Gunarsa and Made Wianta are showing off their ultimate creations together with Bandung-based master of color and horizon Srihadi Sudarsono and master of sculpture Sunaryo Sutono.

The four legends, arguably the country’s most sought after modern artists, will be accompanied by the island’s four rising stars, Made Djirna, Nyoman Erawan, Wayan Darmika and Made Budhiana.

The exhibition, entitled “The World of Abstract”, commences on August 16 and runs through October 1, featuring ten of the finest pieces from the collections of each painter. “There will be 80 abstract works. Even Mr. Srihadi Sudarsono, who is not known as a master of abstract, will present his own figurative works including the famous Borobudur in Horizon to represent the theme,” Supadma said.

Here is a brief background on the four legends.
Nyoman Gunarsa was born to a rice farmer’s family in Banda, Takmung in Klungkung, the same village where he established his own Museum of Classical and Contemporary Balinese Paintings. Uniquely, long before he grew his passion and reputation for classical paintings in the 1980s, especially of Balinese daily life, Gunarsa was much more interested in abstract paintings earlier in his career.

The upcoming exhibition at Rudana is therefore to show off his earlier bursting passion for the abstract world. The abstract ingrained from his surrounding environment includes village life, rice fields, gamelan music, shadow puppets, his father’s dance mastery, and the world beyond, including his vision of the West as he was once fascinated, as young boy, with Western artists and their world.

Made Wianta, by any measure, is Bali’s most successful artist of multiple talents and endless energy. He constantly moves from one art form to another, each with great energy and concentration. The result is that there are close to 15,000 works of arts of various forms ranging from paintings, dance and music performances, poetry, installations, happening arts and more.

Wianta’s mastery of color is yet matched by his mastery of words in poetry and body movements. He has earned his reputation as the island’s most progressive painter, with all the bravery to move from one style to another.
Born in Apuan, a village nestled in the rice paddy fields north of Tabanan, the painter’s strong sense of environmental awareness and social responsibility has brought him into various happening art in response to forest fires and illegal logging, the October 12 blast, poverty eradication, and the AIDS campaign. Last year, as among his special achievements, he was chosen as the only painter to represent Indonesia in presenting their works at the special exhibition marking the Italian sport carmaker Scuderia Ferrari 60th anniversary celebration.

Srihadi Sudarsono, the master of color and horizons, is what this Javanese painter is famous for. He grew up in an aristocrat family deeply ingrained in the philosophical concept of the complex Javanese system of life, synthesizing Hinduism, Buddhism, and Islam as well as mysticism. Thus, each of his paintings conveys a deep reflection of this philosophical value.

The master, whose favorite objects are landscapes, beaches, monuments, and human beings, has sold a painting worth US$ 150,000 at an auction, a landmark not many of his countrymen have ever reached. Uniquely, Srihadi has never been known as an abstract junkie (he would rather call his abstract painting more like figurative, or as some say, symbolic). Therefore his presence at this exhibition is highly anticipated.

Last but not least, Sunaryo is another Javanese golden boy his country should be proud of. Although he grew up as a sculpturer (he had been appointed a lecturer of fine arts and design and head of the Department of the Fine Arts and Sculpture Studio at Bandung Institute of Technology) Sunaryo has won various art awards including painting competitions entitled “the Phillip Morris Group of Companies Asean Art Awards” for the two consecutive years of 1995 and 1996, and received an honorable mention from the Indonesian Minister of Culture and Tourism for enhancing the country’s painting creativity.

Sunaryo’s achievement in his own world of sculpture has earned him dozens of prize awards from various establishments, ranging from universities, city councils, five star hotels, and the country’s telecommunication company. He once also won first place at an international creative textile competition. In 1998 he established a studio currently known as Selasar Sunaryo, a private museum and art space.

Photographic Exhibition
The four flair is accompanied by a two-week photo exhibition featuring the works of three photographers from three countries from August 16 – 31. They are Bundhowi of Indonesia, Anna Heggie of Australia and Sandra Phillips of Canada. The three artists feature works dedicated to world peace.

The Art of “Mr. Excellent”

The Art of “Mr. Excellent”

Di Bali, namanya lebih identik dengan bisnis resort eksotik khas Bali. Dia juga bermain dalam wilayah art lewat museum dan gallery. Tumbuh sebagai seorang putra yang menjalankan bisnis keluarga, kini ia sedang memasuki bisnis minyak. Bagaimana pandangannya soal filosofi dan kesenian?

Putu Supadma Rudana bukanlah orang Bali pada umumnya. Pria kelahiran Denpasar 23 April 1974 ini dikenal sebagai kolektor seni lukis dan pemilik museum, gallery lukisan, juga resort di daerah Ubud, Bali. Penampilannya yang bersahaja justru membuat dia lebih nampak seperti seniman muda ketimbang pengusaha muda.

Meski marak sebagai seorang pengusaha muda yang dekat dengan dunia kesenian, latar akademik Rudana cukup kuat. Ia adalah penyandang gelar Bachelor in Business Administration pada major Business Management & Information System di Maryville University, dan seorang penyandang gelar MBA.

Putu mengawali langkah dengan melakukan pembenahan manajemen museum dan gallery. Dari sana, Putu melakukan teroboson-terobosan bisnis dengan membidik peluang baru. Bidang usaha yang ia bangun diantaranya bermitra dengan Pertamina dan membangun sejumlah SPBU, hotel, dan investasi

Dalam kurun tujuh tahun, di usianya yang tergolong muda, sejumlah jabatan dan tanggung-jawab sudah dipegangnya. Dua tahun ini, nama Putu Rudana semakin diperhitungkan karena kepeduliannya pada pariwisata dan seni budaya Bali. Sejak empat tahun, lalu ia menggagas pemberian Satya Award, sebuah penghargaan seni tertinggi kepada mereka yang betul-betul mendedikasikan hidupnya di bidang seni.

Paling mutakhir, di penghujung 2007, ia berhasil mewujudkan gagasaan mengumpulkan 8 maestro seni Indonesia: Srihadi Soedarsono, Sunaryo, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Nyoman Erawan, Made Djirna, Made Budhiana, Wayan Dharmika, untuk berpameran dengan tajuk Modern Indonesia Masters di Museum & Gallery Art Rudana, Ubud, Bali, Indonesia.

Karena gagasan dan visinya yang memberi harapan baru bagi dunia pariwisata, seni dan budaya untuk pulau Bali itu juga, Putu membuat buku panduan tentang museum di Bali bertajuk “Treasure of Bali”. Buku ini memuat tanggapan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan memberi predikat “Mr. Excellent”untuk Putu. Berikut petikan wawancaranya dengan ME di Bali beberapa waktu lalu:
Tidak semua orang Bali punya sense of art yang kuat. Apa yang membuat Anda begitu mencintai dunia seni dan budaya?
Kalau saya tidak berlebihan, sejak saya masih dalam kandungan ibu, saya sudah merasakan adanya aroma seni. Di masa kecil, saya seringkali diajak orangtua ke tempat pelukis Affandi, Basuki Abdullah, Dullah, dan beberapa lainnya. Ketika itu saya tidak hanya melihat, tapi juga mendengar orang bicara tentang seni lukis, dan seni lainnya. Memasuki usia dewasa, saya mendapat ilmu tentang bagaimana mengelola seni.

Anda mencintai kesenian, tapi kenapa tidak lantas menjadi seniman saja? Apakah menurut menjadi seniman itu belum bisa dijadikan sandaran hidup?

Orangtua kami melihat talenta anak-anaknya, lalu memberi kebebasan, tapi diberi pula deadline. Saya dinilai memiliki cita rasa berkesenian, tetapi lebih cenderung pada pengelolaannya. Saya memang lebih tertarik me-manage seni dan seniman itu sendiri. Menurut saya, kelemahan di Indonesia adalah manajemen seni. Karena itu sekembali saya dari Amerika di tahun 1998, saya melibatkan diri dalam manajemen seni. Saya pun melakukan banyak perubahan secara internal. Termasuk mempersiapkan manajemen-manajemen yang kuat.

Kabarnya, nilai karya yang terpajang di gallery Anda berkisar antara angka ratusan juta hingga milyaran rupiah?

Karya seni tidak bisa begitu saja dihubungkan dengan urusan materi. Tidak sedikit dari mereka yang berkarya hanya melulu pada mengejar uang. Tetapi bagaimana mereka dengan tulus ikhlas menciptakan karya-karya itu, dan bagaimana karya-karya itu dapat mengangkat harkat martabat bangsa. Karena makna inilah harga sebuah karya seni bisa bernilai sangat tinggi.

Bagaimana cara Anda menilai suatu karya seni?

Karya seni selain menjadi pemandangan yang indah juga mampu memberikan kebahagiaan batin. Dan saya percaya seni budaya itu tidak saja mampu memberikan kebahagiaan secara nyata, tetapi juga yang tidak nyata. Ini memang agak sulit untuk diurai dengan kata-kata karena karya seni memang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki kepekaan.

Kenapa Anda memulai semua ini dari Bali? Apakah hanya karena kebetulan Anda seorang putra Bali?

Bukan sebab itu saja. Tetapi yang lebih utama, saya sangat memahami seni budaya Bali. Tidak bisa dipungkiri, Bali merupakan kekuatan jual pariwisata negeri ini. Lain hal kalau mau mengambil kekayaan alam atau minyaknya, bisa dimulai dari tempat lain di tanah air selain Bali.

Lantas, apa yang diperlukan agar Indonesia diperhitungkan oleh dunia?

Seni budaya kita sudah luar biasa. Bali memiliki nilai jual yang begitu tinggi. Untuk itu yang diperlukan ke depan adalah figur yang mampu mengimplementasikan secara internasional. Berkaitan dengan itu saya pun mempunyai ide tagline untuk Bali – Indonesia, yang berbunyi, “Bali the heart of Indonesia, Bali the heart of Asia, Bali the heart of the World”.

Selain mengelola museum dan gallery, bidang usaha apa saja yang Anda jalani, dan bagaimana pengembangannya?

Setelah membenahi internal perusahaan dengan melakukan sejumlah restrukturisasi, mulai tahun 2000 kita membentuk bisnis-bisnis lain. Diantaranya di bidang jasa, investment, bermitra dengan Pertamina dengan membawahi pengembangan SPBU, dan juga menjadi konsultan untuk beberapa perusahaan.

Sebagai pengusaha, bagaimana Anda menyikapi persaingan bisnis?

Bersaing secara terbuka, bukan mengejar ini dan itu dengan cara membunuh yang lainnya. Dalam berbinis, kita tidak perlu menyakiti orang lain. Sikap ini penting untuk kita agar menjadi pebisnis yang beretika dan berkualitas.

Kalau boleh tahu, apa filosofi hidup Anda dan filosofi Anda dalam berbisnis?

Saya tidak membedakannya. Buat saya, filosofi hidup dan bisnis itu sama. Berbuat dan melakukan yang baik untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi orang lain. Dari sana trust akan terbentuk. Dengan begitu, yang didapat adalah karma yang baik bagi kita.

Setelah sukses di bidang bisnis, apakah Anda tidak tertarik untuk berpolitik?

Kebetulan bapak Rudana, ayah saya, masuk ke DPD RI untuk mengabdi sebagai utusan daerah. Beliau tidak terlalu terlibat dalam kepentingan politis, golongan, ataupun partai. Saya juga tertarik dengan kata pengabdian. Dan kalau pengabdian saya kelak harus lewat berpolitik, yah mengapa tidak?

Apa arti jabatan bagi Anda?

Jangan sampai mengejar jabatan. Saya pikir, jabatan akan datang dengan sendirinya. Kalaupun saya merasa memiliki kemampuan, maka saya akan berupaya memegang suatu jabatan. Tapi jika tidak, maka saya akan bangga mengatakan bahwa saya belum mampu.

Mana yang Anda pilih: power atau money?

Uang, kekuatan, dan politik itu sangat penting. Asal saja kita mampu membawanya dengan hati nurani dan mampu me-manage-nya. Ketiganya digunakan untuk hal yang baik agar karmanya akan baik buat kita.

Siapa tokoh yang Anda kagumi, dan siapa orang yang menjadi inspirasi Anda?

Saya melihat bapak Soeharto adalah pahlawan yang luar biasa dan sangat saya hormati. Buat saya, pelajaran yang bisa ditarik dari sana adalah bagaimana kita menghargai orang tua kita dan orang yang lebih tua dari kita. Sedangkan tokoh idola yang saya hormati adalah seniman Srihadi, karena memiliki kepekaan jiwa. Dia figur yang sangat saya banggakan karena melalui karya seni dia bisa mengharumkan nama bangsa.

Bagaimana nasionalisme & idealisme seorang Putu?

Saya memang selalu ingin menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang betul-betul cinta damai, menghargai seni budaya dan mempunyai cita rasa seni-budaya yang luar biasa. Saya pikir nasionalisme itu adalah soal bagaimana kita mengumandangkan kedamaian kepada dunia.

Beberapa waktu yang lalu Anda mendapat predikat “Mr. Excellent” dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apa artinya untuk Anda?

Saya begitu terharu, dan tentu bangga. Dengan predikat ini berarti tanggung jawab saya lebih besar lagi untuk berbuat sesuatu demi masyarakat dan negara. Semoga pengabdian saya ini mendapat restu dari Yang Kuasa dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Di tengah kepadatan waktu Anda bekerja, Anda masih sempat bermain golf. Untuk memudahkan lobi bisnis, ya?

Hehe… Saya memilih golf karena banyak mengandung unsur seni. Mulai dari area lapangannya yang bernuansa keindahan alam, memukul bolapun ada seni dan strateginya serta di sana terkandung seni melatih diri. Lebih penting lagi, lewat golf ini saya ingin mencetak bibit-bibit atlet usia muda. Saya ingin Bali nantinya bisa menjadi tujuan pariwisata golf.

Nampaknya perjalanan bisnis Anda mulus dan lancar saja?

Kalau boleh saya bilang, kalaupun ada kendala, saya tidak merasakannya. Karena sewaktu saya mengalami satu kegagalan, saya akan mencobanya lagi, dan terus mencobanya hingga akhirnya berhasil.

Kalau begitu, kapan Anda merasa menjadi seorang ‘loser’?

Loser itu saya artikan begini, kalau saya pikir saya tidak bisa berbuat sesuatu untuk orang banyak. Oleh karena itu saya tidak pernah menunggu untuk berbuat. Saya berupaya tidak berpikir terlambat pada saat yang kritis. Kebetulan saya sudah dibentuk bagaimana membuat keputusan pada saat kritis.

Boleh tahu, apa sih mimpi Anda selanjutnya?

Dalam usia saya yang terhitung muda, banyak mimpi yang sudah menjadi kenyataan. Bisa jadi karena ketulusan hati, banyak berdoa, memiliki komitmen dan kesungguhan, maka sesuatu yang kita mimpikan akan menjadi sesuatu yang nyata.

Bila ada yang mengatakan Anda nampak “lebih tua” dari usia Anda, apa tanggapan Anda?

Begitu, ya? Selama ini saya memang banyak sekali mendapatkan pembelajaran hidup, terlebih saat berada di luar negeri. Selama ini saya juga terbilang banyak berkomunikasi dengan orang-orang yang usianya dua kali usia saya. Itu juga kayaknya yang bikin saya tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya, hahaha….

Anda dan kedua adik bersekolah di luar negeri. Ada alasan tertentu memilih pendidikan di luar negeri?

Siapapun dan dimanapun pendidikannya, bukanlah jaminan itu lebih bagus dan pasti bakal sukses. Yang benar, ketika berada di luar negeri, kita membuka wawasan dan cara berpikir. Lebih penting lagi adalah saya menjadi lebih menghargai apa yang dimiliki negeri sendiri. Namun, orang sering lupa ketika berada di luar negeri dan malah menghargai apapun yang menyangkut luar negeri.

Selama bermukim di luar negeri, pernah kecantol wanita asing?

Ini menarik juga untuk dijawab. Justru karena saya berada jauh dari kota kelahiran saya, saya menjadi sangat memperhatikan dan ingin memiliki yang ada di dalam kota kelahiran saya itu. Lain ceritanya kalau saya selalu berada di dalam kota sendiri, mungkin saya akan mencari produk luar, hehe…

Anda jatuhkan pilihan pada wanita Bali. Apa itu “pesan-pesan” orangtua?

Ah, itu kan cuma cara pandang lama. Saya pikir, nantinya di Bali akan semakin tidak mengherankan jika orang-orangnya banyak yang menikah dengan orang asing.

Pilih mana: istri di rumah atau bekerja?

Kebetulan, istri saya berkarier. Dia seorang notaris, dan cukup sibuk karena banyak berkomitmen dengan banyak pihak. Sama seperti saya, visi dia adalah pengabdian. Saya bangga dengan sikapnya.

Apakah ada pengalaman romantis yang bisa Anda ceritakan?

Wah. Memang waktu kami berdua banyak tersita untuk urusan pekerjaan. Makanya ketika ada waktu luang, saya segera merancang acara. Paling sering mengajaknya ke luar rumah untuk makan malam di tempat yang romantis. Kunci dari hubungan kami bukan berdekatan secara fisik setiap saat, tetapi di hati. Itu juga yang membuat hubungan kami layaknya pasangan yang sedang pacaran yang dilanda kasmaran. Kami memang memegang prinsip saling melayani untuk dilayani.

Bagaimana seandainya ada seorang wanita lain jatuh cinta pada Anda?

Itu yang dibilang cinta fisik, dan bisa luntur. Dalam hidup, bisa saja ada kejadian yang seperti itu. Nah untuk menyikapinya, saya pikir ada baiknya kita menunjukkan siapa diri kita. Lalu berikan masukan pada dia dengan bahasa-bahasa yang baik agar tidak terjadi kontak fisik. Semoga orang tersebut berubah pandangan, tidak jatuh cinta pada fisik tetapi pada pemikiran kita. Itu kan lebih indah.

Bagaimana wanita di mata Anda?

Wanita adalah suatu yang indah, yang membuat dunia ini semakin indah. Wanita mampu memberi kedamaian dan kesuburan. Menariknya lagi, di balik kelembutan wanita, ada suatu kekuatan. Contohnya, semakin banyak wanita berperan dalam dunia politik, dunia olahraga dan berbagai lainnya yang selama ini hanya diisi kaum pria.

Text by: Andriza Hamzah
Photographs by : M.I. Mappasenge

Pidato Dalam Acara Pesamuan Budaya I

Museum Rudana, 3 September 2009
Om Swastyastu,
Salam Sejahtera bagi kita semua

Perkenankanlah pada kesempatan ini juga saya mengucapkan Salam Bhinneka Tunggal Ika sebagai penghormatan akan kekayaan dan keberagaman budaya kita.

Pertama-tama, terimakasih kepada pinihsepuh, pengemong spiritual Bapak Mangku Miarta, yang berkenan hadir untuk turut memaknai pertemuan kita ini.

Selamat datang dan terimakasih pula kami ucapkan kepada yang terhormat Bapak Joop Ave, di tengah kesibukannya berkenan meluangkan waktu hadir di Museum Rudana. Kita berharap dari pengalaman Beliau sebagai budayawan dan juga mantan Menparpostel dapat dipetik gagasan dan pendapat yang mencerahkan arah kepariwisataan kita, yang pada kesempatan ini kita diskusikan melalui tema “Bali Dalam Tantangan Kepariwisataan Global”.

Bapak Joop Ave, atas dedikasinya kepada Bangsa dan Negara, belum lama ini memperoleh penghargaan langsung dari Ibu Kepala Negara Presiden Republik Indonesia, Ibu Ani Yudhoyono, dan saya pribadi juga selaku Managing Director of Museum Rudana ingin mengingat kembali bahwa Museum Rudana juga dengan bangga pernah menganugerahkan Ksatria Award.

Terima kasih kepada Pak Nyoman Rudana selaku senator atau DPD RI yang selama lima tahun telah mendharmabaktikan pikiran, gagasan dan kepeduliannya untuk memperjuangkan kemajuan-kemajuan Bali melalui sebuah lembaga yang terhormat yang berpusat di Jakarta, yakni Dewan Perwakilan Daerah.

Terima kasih juga kepada Ibu Prof. Wiendu Nuryanti, Ph.D (Guru Besar Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gajah Mada yang juga Executive Director STUPPA sebuah lembaga penelitian dan pengembangan yang fokus kajiannya adalah utamanya di bidang pariwisata dan kebudayaan). Perlu dinyatakan juga betapa sebagai peneliti mumpuni, pendekatan ilmiah yang dilakukan oleh Ibu Wiendu Nuryanti pastilah bermanfaat dan amat berguna untuk menjawab persoalan-persoalan kepariwisataan di Indonesia, utamanya Bali, di tengah persaingan global yang tak terelakkan.

Ucapan terima kasih juga kepada penglingsir Puri Ubud, Bapak Cokorda Putra Sukawati, Bapak Ir. Henky Hermantoro, MURP selaku Kapuslitbang Depbudpar RI, Bapak Rektor ISI Prof. Wayan Rai, Bapak Ketua STP-Bali Made Sudjana, Bapak Rektor Universitas Ngurah Rai Prof. Cok Atmaja, Bapak Rektor IHDN Prof. Titib, Bapak Rektor Unud atau yang mewakili, Bapak Rektor Undiksha Singaraja atau yang mewakili, dan terimakasih juga saya sampaikan juga kepada Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta Bapak Djoko.

Serta tak ketinggalan generasi muda unggul, calon pemimpin bangsa, para pemenang lomba esai dengan tema “Harapan Masyarakat terhadap Pemimpin Masa Depan Indonesia” (yang diadakan pada April 2009).

Sebagai pemrakarsa dari acara ‘Pesamuan Budaya’ ini, dengan topik sebagaimana yang saya singgung di atas yakni “Bali dalam Tantangan Kepariwisataan Global”, diselenggarakan antara lain menimbang dan memerhatikan bahwa Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia sering dianggap telah meraih titik puncak capaian prestasinya. Dengan kata lain, keberhasilan tersebut seolah merupakan ambang batas atau titik jenuh, di mana situasi tersebut dapat menjadikan dunia pariwisata Bali bergerak ke arah yang tak diharapkan, yakni dari tahun ke tahun ada kemungkinan capaian prestasinya menurun. Namun demikian, saya, dan tentu kita semua, berkehendak dan berkeyakinan tidak akan sampai menjadi Destination of Yesterday. Langkah-langkah yang harus dilakukan, antara lain sinergi kreatif dan produktif, dimana peningkatan tidak lagi dilakukan dari sisi kuantitas, melainkan juga Kualitas, dengan kerjasama terpadu dan holistik yang melibatkan semua pihak.

Saya berkeyakinan bahwa seni budaya adalah jiwa dari bangsa ini. Oleh sebab itu, upaya-upaya peningkatan kepariwisataan juga sepatutnya merupakan buah sinergi dari seni, budaya, dan kepariwisataan serta bidang-bidang lainnya (sinergi seni membangun bangsa).

Bapak-bapak/Ibu dan hadirin sekalian, melalui Pesamuan Budaya yang didasari keterbukaan serta menekankan gagasan-gagasan ilmiah yang intens serta terfokus seperti ini, diharapkan lahir pemikiran dan terobosan solusi kreatif dan produktif serta rekomendasi-rekomendasi yang dapat menjadi acuan para pengambil kebijakan di bidang pariwisata. Dengan demikian, diharapkan ke depan adanya suatu penataan dunia pariwisata yang unggul, dengan pendekatan holistik, berdimensi jangka pendek, jangka menengah, maupun bersifat strategis yakni, jangka panjang.

Bapak-bapak, Ibu-Ibu serta hadirin, sengaja acara Pesamuan Budaya ini diadakan di Museum mengingat bahwa kita dikelilingi oleh karya-karya adilihung para seniman-seniman besar kita yang dari dalamnya memancar suatu energi positif yang mencerahkan sekaligus kreatif. Kita juga menyelenggarakan acara yang penuh makna ini dalam suatu ruang dan bangunan yang ditata sedemikian rupa berdasarkan filosofi Tri Hita Karana, penghormatan akan Parahyangan, Pawongan dan Pelemahan, yaitu hubungan harmoni dengan Tuhan, Manusia dan Alam lingkungan.

Sebelum mengakhiri sambutan ini, perkenakanlah saya menyampaikan bahwa pada tahun 2010 mendatang kita akan menyambut Tahun Kunjungan Museum 2010 (Visit Museum Year 2010). Hal mana pencanangan itu diputuskan dalam Musyawarah Nasional AMI (Asosiasi Museum Indonesia) di Jambi belum lama ini, di mana saya dipercaya, dipilih dan ditunjuk sebagai Ketua IV Nasional yang membidangi informasi, publikasi dan penerbitan. Sejalan dengan acara Munas tersebut, ditegaskan pula bahwa sebagai organisasi, Asosiasi Museum Indonesia bertekad untuk menjadikan museum beserta pengelolanya sebagai Center of Excellence. Oleh alasan itu pulalah saya sebagai pemrakarsa sedari awal berniat untuk melakukan acara Pesamuan Budaya ini di Museum Rudana.

Dengan limpahan karunia dan hikmah dari Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ‘Pesamuan Budaya’ atau ‘Dialog Ilmiah’ dengan tema “Bali dalam Tantangan Kepariwisataan Global” , saya nyatakan resmi dibuka. Selamat berdiskusi, semoga kita menuju dan meraih Visi yang Sempurna (Excellent Visioner).

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

SEPEKAN SENI BATUBULAN 2009

Selasa, 23 Juni 2009

JAKARTA, KOMPAS.com–Sebuah perhelatan Seni Budaya bertajuk ”Sepekan Seni Batubulan 2009” akan digelar mulai Senin, 22 Juni hingga Sabtu, 27 Juni 2009 mendatang, dijadwalkan berlangsung setiap hari dari pukul 18.00 sampai 20.00 Wita di Supadma Rudana Center (SRC), Jalan Raya Batubulan 88 A, Gianyar. Sebagai pembuka acara, akan tampil koreografer tersohor, I Nyoman Sura, melalui tarian tunggal terbarunya yang merespon dan mencerminkan kekinian sosial Indonesia.

Menurut koordinator acara, Ni Made Frischa Aswarini, selain menghadirkan nomor tari, akan tampil pula Gede Indra Prayogi, Juara 1 Lomba Baca Puisi Radar Bali Literary Award 2009 se-Bali dan Virgina Purnama Sanni, yang belum lama ini berhasil menjadi pembaca puisi terbaik dalam Festival Seni Pelajar se-Indonesia pada awal Juni lalu di Yogyakarta.

“Sepekan seni ini juga akan menghadirkan pemutaran film independent berjudul “Maaf Aku Pernah Melupakanmu” arahan sutradara Made Adnyana pada hari ketiga, Jumat, 26 Juni 2009. Ada juga pertunjukan Musikalisasi puisi oleh Teater Antariksa SMAN 7 Denpasar dan Teater Angin SMAN 1 Denpasar”, ujar Frischa Aswarini. Kedua grup musikalisasi ini berulang kali meraih gelar juara, bukan hanya se-Bali, bahkan juga Nasional.

Dalam kesempatan terpisah, Putu Supadma Rudana menyatakan kegembiraannya dapat mendukung acara Sepekan Seni Batubulan yang digagas oleh generasi muda dalam upaya mengembangkan minat dan bakat seni berdasarkan sikap kreatif yang penuh inovatif. Putu Supadma yang juga salah satu Ketua Nasional Asosiasi Museum Indonesia (AMI), mengungkapkan bahwa SRC (Supadma Rudana Center) didirikan sebagai sebuah lembaga nirlaba yang berupaya mengedepankan usaha pelestarian, pengembangan serta pemaknaan ulang atas seni budaya Bali, sekaligus juga keragaman dan kekayaan seni-seni serta budaya di banyak daerah di Indonesia lainnya.

“Lembaga ini saya dirikan dan dedikasikan untuk turut serta mengembangkan pemikiran-pemikiran Thinking Outside The Box. Yakni berpikir ke depan dengan menciptakan sesuatu untuk kemajuan bersama, termasuk membangun kesadaran tentang pentingnya menghormati keberagaman, toleransi, dan solidaritas sosial,” ujar Putu Supadma Rudana yang juga aktif sebagai pengurus berbagai organisasi sosial masyarakat. SRC didirikan dalam rangka turut mendorong tumbuhnya semangat ke-Bhinneka-an dalam perilaku dan tatanan sosial masyarakat Indonesia. “Jadi lembaga ini tidak hanya bergerak dalam bidang kesenian saja, melainkan juga bagaimana menumbuhkan pemikiran-pemikiran kritis generasi muda guna menciptakan Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul dan siap bersaing ditataran global,” tambah Putu Supadma.

Jadwal acara Sepekan Seni Batubulan 2009

Senin, 22 Juni 2009 pukul 18.00 – 20.00 Wita
Atraksi melukis
Tari kontemporer tunggal I Nyoman Sura
Pertunjukan Dramatisasi Puisi Teater Tiga, SMAN 3 Denpasar
Pertunjukan Musikalisasi Puisi Teater Angin, SMAN 1 Denpasar

Kamis, 25 Juni 2009 pukul 18.00 – 20.00 Wita
Dialog Budaya Tema : “Komunitas Kreatif dan Sikap Kritis Generasi Muda ” (Narasumber : dr Nyoman Sutarsa)
Pertunjukan Musikalisasi Puisi Teater Antariksa, SMAN 7 Denpasar

Jumat, 26 Juni 2009 pukul 18.00 – 20.00 Wita
Pemutaran Film Narasi (Judul : Maaf, Aku Pernah Melupakanmu, Karya : Made Adnyana)
Diskusi (Narasumber : Made Adnyana)
Pembacaan Puisi Gede Indra Prayogi

Sabtu, 27 Juni 2009 pukul 18.00 – 20.00 Wita
Pembacaan puisi Virgina Purnama Sanni
Pemutaran film dokumenter tentang sastrawan H. B Jassin dan Pramudya Ananta Toer
Pertunjukan dramatisasi puisi Komunitas Sastra Welang

SEPEKAN SENI BATUBULAN GELAR DISKUSI KOMUNITAS KREATIF

Rabu, 24 Juni 2009

JAKARTA, KOMPAS.com-Menyikapi hangar bingar kesemarakan masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden 2009, serta terkait tentang pentingnya pemilih yang kritis, Pekan Seni Batubulan sore ini, hari ke-dua, Kamis 25 Juni 2009, akan menghadirkan sebuah dialog bertajuk “Peranan Komunitas Kreatif dalam Menumbuhkan Sikap Kritis Masyarakat”. Sebagai pembicara utama, tampil dr. Nyoman Sutarsa, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang belum lama ini memperoleh Ary Sutha Award atas kajiannya mengenai pentingnya pemberdayaan masyarakat terpinggirkan demi pembangunan yang adil dan berkesinambungan.

Sementara itu, acara pembukaan Sepekan Seni Batubulan, Selasa (22/6) kemarin, ditandai dengan pelepasan sepasang balon merah putih sebagai perlambang semangat ke-Bhinneka-an dan ke-Indonesia-an, kemudian disusul pelepasan balon biru sebagai simbolis upaya meraih cita-cita bangsa hingga setinggi mungkin. Pelepasan balon itu diawali oleh pendiri Supadma Rudana Center, Putu Supadma Rudana, setelah sebelumnya koreografer internasional, I Nyoman Sura, menampilkan suatu rangkaian gerak teaterikal berjudul ”Menguak Waktu”, yang mencerminkan semangat dasar dari simbolisme itu.

Acara yang dijadwalkan berlangsung sedari Senin, 22 Juni hingga Sabtu, 27 Juni 2009 Jalan Raya Batubulan 88 A ini, juga menghadirkan pemutaran film narasi dan dokumentasi, musikalisasi puisi, dramatisasi puisi serta pembacaan puisi. Di samping itu, pada hari ke-dua acara akan digelar pula demonstrasi melukis oleh Gunawan, Tirtayasa dan Tirtaadi, masing-masing adalah dosen seni rupa Institut Seni Indonesia (ISI).

Selain dimaksudkan untuk memberi ruang apresiasi bagi para generasi muda, juga diniatkan agar dapat mendorong tumbuhnya suatu suasana kreatif sekaligus juga penuh empati terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. “Di samping itu, melalui kegiatan diskusi serta berbagai bentuk seni pertunjukan yang akan ditampilkan dalam acara Sepekan Seni Batubulan ini, diharapkan mampu mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, untuk turut menyikapi kekinian secara lebih kritis sehingga memperoleh pemikiran dan gagasan yang cemerlang demi masa depan yang lebih baik,” tutur Ni Made Purnamasari dalam Laporan Ketua Panitianya. Acara pembukaan kemarin juga menghadirkan pertunjukan musikalisasi dari Teater Angin SMAN 1 Denpasar dan pementasan dramatisasi puisi dari Teater Tiga SMAN 3 Denpasar.

Dalam sambutannya, Putu Supadma Rudana menyatakan salut dan bangga kepada generasi muda yang senantiasa memiliki semangat kreatif serta gagasan-gagasan nan kritis. “Meski hanya dengan memberi ruang kreasi, saya merasa bahagia dapat turut membantu tumbuhnya suatu atmosfer positif seperti ini. Saya berharap, semoga kreativitas yang ditunjukan dalam ajang apresiasi ini dapat dikembangkan lebih luas, baik secara nasional maupun internasional. Bahkan, saya bercita-cita, tempat ini bisa menjadi centre of exclellent, excellent dari dalam diri, berkreasi dari jiwa dengan tulus, guna membangun Bangsa Indonesia, membentuk Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul,” kata Putu Supadma Rudana.

(JY)

Menuju Visi Sempurna (Seni Budaya Sebagai Jiwa Bangsa)

Melalui Museum, beserta koleksi adiluhungnya, kita dapat memperlajari keagungan masa silam seraya menggagas kemungkinan masa depan tanpa lalai atau abai pada upaya menyikapi dan memaknai kekinian secara lebih kreatif. Saya yakin, melalui Tahun Kunjungan Museum, secara pasti, akhirnya Indonesia akan menjadi the heart of Asia and heart of the world. (Majalah Musea, 2009)

Saya ingin Indonesia secara budaya bisa dihargai, lalu membuat jarungan The Biggest Fine Art Network. (ESQUIRE, Januari 2008)

image005Kedua kalimat di atas merupakan kutipan pemikiran dari Putu Supadma Rudana dalam buku terkininya, ‘Menuju Visi Sempurna, Seni Budaya Sebagai Jiwa Bangsa’.

Pada buku yang diterbitkan di awal tahun 2009 ini, terangkum gagasan serta pandangan Putu Rudana yang pernah tertuang dalam wawancara di beberapa media lokal, nasional maupun internasional, serta mengulas berbagai sisi kehidupan kesenian dan kebudayaan kita. Dimulai dari karya lukis, tantangan kepariwisataan Indonesia, program Tahun Kunjungan Museum, pandangannya mengenai generasi muda serta masa depan bangsa, hingga berbagai kegiatan kebudayaan yang digagasnya dengan semangat sinergi antara seni budaya dengan beragam bidang kehidupan, semisal otomotif, olahraga, ekonomi, politik dan sebagainya; yang kesemuanya bermuara pada upaya Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa (Nation and Character Building).

Silakan simak segera gagasan, pandangan serta pemikiran Putu Supadma Rudana secara menyeluruh dalam buku ini.

MENUJU VISI SEMPURNA (Seni Budaya Sebagai Jiwa Bangsa, Sinergi dengan Berbagai Media)
Pengganti biaya cetak: Rp 100.000
Pemesanan Hubungi:
Yayasan Seni Rudana
Alamat:
Jalan Cok Rai Pudak No 44, Peliatan, Ubud, Bali, Indonesia.
Email:
[email protected]
Nomor Rekening:
Bank Bumiputera Cabang Ubud
1 000 1 00000 57891

Testimonial Buku
“Menuju Visi Sempurna” – Putu Supadma Rudana
Oleh Irman Gusman – Ketua DPD RI

image006Saya menyambut baik penerbitan buku “Menuju Visi Sempurna” yang ditulis Putu Supadma Rudana ini. Butir-butir gagasan yang tertuang di dalam bukunya sangat berharga bagi pengembangan seni dan budaya Indonesia, khususnya Bali di masa mendatang.

Derasnya arus globalisasi tidak membuat Putu menjadi tokoh muda yang melupakan akar budayanya, namun justru dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang. Ia menyadari betul ancaman perpecahan yang mungkin menimpa negara kita yang majemuk ini jika kita tidak bijak menyikapi perkembangan global.

Upaya Putu untuk mempertahankan keutuhan NKRI, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa diwujudkannya dalam bentuk buku yang mencakup gagasan-gagasan dan perjalanan Putu dalam usaha memajukan seni negeri ini.

Berbagai langkah yang telah, tengah dan akan ia lakukan; mulai dari sinergi seni dengan berbagai bidang, hingga kegiatan-kegiatan pemberdayaan generasi muda demi mendorong terciptanya sumber daya manusia yang unggul menuju masyarakat Indonesia yang kreatif dan produktif, sejalan dengan nafas perjuangan bangsa ini dalam membangun karakter dan pekerti bangsa (Nation and Character Building).

Banyak buku yang mengulas tentang upaya memajukan kebudayaan Indonesia. Namun, keunggulan utama buku ini terletak pada sosok Putu yang memiliki kontribusi signifikan tidak hanya dalam pengembangan seni dan budaya Bali, namun juga memberi arahan komprehensif yang dapat dijadikan panduan dalam memajukan kebudayaan nasional terutama seni lukis.

Buku ini menjadi relevan untuk dibaca karena penulisnya adalah orang yang tumbuh bersama, mengakar, turut membangun dan memberikan kontribusi pada perkembangan seni di Indonesia. Putu berperan bukan hanya sebagai promoter seni tapi pada saat tertentu ia mampu menjalani fungsi sebagai duta kebudayaan Bali bahkan Indonesia. Ia yakin Bali akan tetap dicintai dan didukung masyarakat dunia apapun yang terjadi. Dengan mendukung Bali masyarakat dunia pun tentu mendukung Indonesia.

Tentunya kepedulian Putu terhadap seni dan budaya Indonesia serta usahanya dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia melalui pengembangan minat dan bakat generasi muda dapat menginspirasi berbagai pihak terutama para generasi muda untuk mencintai seni dan budaya Indonesia tanpa membatasi minat dan bakat mereka.

Dalam konteks itu, buku ini menjadi rujukan yang sangat baik untuk “Menuju Visi Sempurna” tentang bagaimana membangun daerah dan memajukan negeri terutama dalam bidang kesenian. Karena seni rupa bukan hanya komoditas yang diperdagangkan suatu negara, tapi seni rupa juga merupakan sarana kita untuk belajar tentang sejarah perjalanan suatu negara. Selain itu, seni rupa juga memiliki potensi sebagai media untuk menciptakan perdamaian dan kesatuan di dunia ini.

Semoga apa yang ditulis oleh Putu Supadma Rudana ini dapat dijadikan penyemangat bagi kita semua untuk terus maju menjawab tantangan globalisasi tanpa melupakan akar budaya tempat kita berasal. Selamat membaca!

PUTU RUDANA: MANAGER SENI DARI BALI (II)

Apa pendapat Anda tentang museum di Indonesia?

Membandingkannya dengan museum di luar negeri, saya merasa tertantang dan sedih melihat karya seni di museum pemerintah. Karya yang tadinya luar biasa, diletakkan begitu saja pada posisi tidak tepat. Karya seni itu memiliki aura atau jiwa, yang di Bali dikenal dengan taksu. Nah, pada saat melihat kondisi tersebut saya merasa tertantang bagaimana caranya melakukan branding nama museum agar lebih baik. Pemerintah kalau perlu memberi gelar pahlawan pada pendiri museum karena mereka yang melestarikan semua karya-karya seni Indonesia supaya tidak dibawa ke luar negeri.

Apa yang harus dilakukan?

Museum harus clean. Clean dalam arti juga bersih spirit bangunan itu. Kita harus menyayangi seperti kita sayang pada anak kita. Orang mungkin menganggap saya gila, namun itulah bentuk kecintaan saya pada karya seni. Jika ini terjadi museum akan memberikan cintanya balik ke kita. Makanya bangunan itu harus dibersihkan juga, supaya memiliki spirit, kekuatan jiwa. Saya percaya sekali setiap saat kita selalu dekat dengan Yang Maha Kuasa. Seni itu berhubungan dengan Tri Hita Karana, berhubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Mengenai kasus pencurian barang-barang museum?

Kita harus melihat dulu apakah kondisi memang benar? Atau mungkin ada hal lain. Tapi tentu kelemahannya ada pada pengelolanya sendiri. Apakah kecintaannya terhadap seni cukup? Kalau sudah ada cinta, apa pun akan dipertahankan. Makanya saya ingin mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat sebuah tempat – semacam taman – ratusan hektar, untuk menampung karya-karya seni. Kekayaan kita muncul dari sana.

Mengapa anda berbisnis minyak?

Minyak itu energi. Seni dan energi saling berhubungan karena hidup ini tidak bisa lepas dari energi, seni dan budaya. Dengan energi, badan bisa hidup, dengan seni jiwa kita mendapat makanan.

Bagaimana Anda melihat kasus pengurangan subsidi BBM?

Ini strategi yang tercepat, memilah penggunaan premium dan pertamax. Kenapa tidak dari dulu? Mungkin pemerintah sempat miss-management. Visinya kurang panjang. Saya tidak ingin mengkritik siapa pun. Ini wacana. Tapi satu hal yang bagus, pemerintah sudah menyesuaikan dengan harga dunia, tetapi mekanisme pelaksanaan di lapangan harus jelas aturannya. Sebagai pengusaha saya tentu melihat konsumsi BBM tidak akan menurun, bahkan omset bisa lebih tinggi. Kami sih oke dengan program apa saja asal dipikirkan integrasinya secara panjang. Kalau sebagai pengguna tidak masalah karena dari dulu saya selalu pakai pertamax.

Karena menjalankan bisnis keluarga, pernah ada konflik keluarga? Sulitkah?

Itu bergantung pada bagaimana kita diberi keleluasaan. Kalau ada yang tidak cocok bisa kita jelaskan. Semuanya kan masalah perception dan understanding. Perbedaan akan selalu ada, kita harus memahaminya. Tunjukkan dengan contoh sehingga bisa menjawab konflik-konflik yang ada. Ibu selalu menemani saya, sedangkan Bapak selalu memberi nasihat visi pada kami. Semuanya lebih pada toleransi, masing-masing menyadari kekurangan termasuk dengan adik pria saya Ari Putra Rudana. Sebagai manusia pasti ada kesalahan, tapi kita harus meminimalkan kesalahan itu menjadi opportunity. Sekarang ada the art of management dan the art of managing art itu sendiri.

Pernah merasa gagal?

Selama ini belum. Saya tidak mentolelir kegagalan. Makanya sebelum gagal, saya analisa dulu tapi tentunya dalam karier saya ke depan kegagalan itu pasti ada, makanya harus dikelola dulu.

Apa pencapaian tertinggi Anda?

Mampu mengelola SDM di Bali. Di sinis kan banyak seniman, pelukis. Semuanya bisa dapat rezeki. Tapi untuk seniman, please, if you have something, gunakan untuk membuat rumah, membangun keluarga, dan menyekolahkan anak-anak. Saya tidak suka jika uang yang didapat dari saya dipakai untuk foya-foya.

Siapa sumber inspirasi Anda?

Kekaguman saya bergitu besar pada Pak Srihadi. Beliau sangat sensitif, lembut, tapi dari kelembutan itu ada kekuatan yang tersembunyi. Kelembutan itu memiliki jiwa. Jadi tidak perlu berbadan besar.

Hobi Anda golf, kenapa?

Soalnya golf itu bersaing dengan diri sendiri. Saya tidak suka menyakiti orang lain untuk keberhasilan bisnis.Kita harus melangkah dengan cinta kasih dan kekuatan hati nurani.

Keluarga bagaimana?

Istri saya, Chandra Dewi seorang notaris. Saya sudah menikah 6 tahun, kebetulan belum diberi keturunan. Kami sibuk masing-masing, tetapi pada saat bertemu dapat lebih banyak berdiskusi sehingga lebih romantis. Dulu dia tidak suka seni tetapi sekarang suka bertanya. Kalau melihat karya seni tidak dia suka, ditanyakan kenapa dibeli, sedangkan jika karya seni kesukaannya dijual dia akan bertanya kenapa dijual? Filosofi saya, jika kita cinta pada sesuatu kita harus siap kehilangan sesuatu untuk memberikan sesuatu itu kepada orang lain.

Sumber: Esquire, edisi Januari 2008
Teks: Dwi Sutarjantono

PUTU RUDANA: MANAGER SENI DARI BALI (I)

Di balik usianya yang masih sangat muda, tersimpan kematangan berpikir dan ambisi besar untuk memajukan seni negeri ini.

Pagi yang artistik di Ubud Bali. Saat Esquire bertandang ke museum Rudana untuk bertemu bertemu denganManaging Director Museum Rudana & Rudana Fine Art Gallery, Presdir PT Villa Citra Padma Resort, Komisioner PT Putra Gajah Bali Perkasa, Managing Director GRP Trading Company dan PT Bali Simpang Siur Ritelindo serta CEO/Direktur Finance GRP Corporation – yang sebenarnya hanya jabatan dari satu orang – salah seorang pegawai bercerita, “Bapak baru pulang jam 1 pagi dari istana Presiden di Jakarta.”

Begitulah mungkin gambaran kesibukan ‘Bapak’ yang masih muda kelahiran Denpasar 23 April 1974 ini. Putu Supadma Rudana, putra pertama pasangan Nyoman Rudana dan Ni Wayan Olasthini. Namanya mengemuka beberapa waktu lalu ketika ia menggagas dan berhasil mengumpulkan 8 maestro seni Indonesia untuk berpameran dengan tajuk Modern Indonesia Masters (Srihadi Soedarsono, Sunaryo, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Nyoman Erawan, Made Djirna, Made Budhiana, dan Wayan Darmika.)

Kecintaan terhadap seni terutama seni lukis membuatnya tak bisa lepas dari dunia tersebut. “Memang dari kecil malah sebelum dilahirkan barangkali saya sudah sering mendengar Bapak dan Ibu saya membahas soal seni,” kata Putu yang membawahi Museum Rudana dengan koleksi sekitar 400 karya dan Rudana Fine Art Gallery, RudanaArt Foundation, Genta Fine Art Gallery, dan The Candi Fine Art Gallery yang memiliki koleksi sekitar 8000 karya.

Apa visi ataupun misi Anda di dunia seni?

Saya ingin setiap orang bisa menjadi duta promosi seni budaya yang dibekali nilai-nilai promosi. Setiap ada masalah, perlu dijadikan tantangan, jangan dilihat sebagai suatu kelemahan. Karena tantangan ke depan kita adalah kesenjangan informasi dan komunikasi, maka kita harus terus melakukannya.

Caranya? ?

Saya selalu ingin punya moto : Kalau anda ke Bali koleksilah karya seni Bali atau Indonesia. Bawalah ke rumah anda. Karena kalau sudah begitu, wisatawan mancanegara akan mulai memahami ada benda seni di rumah mereka. Dan kalau mereka nantinya punya anak, mereka pasti tanya, What is this? That’s Bali, Indonesia. One day you have to go there. Beautiful place, paradise. Paradise di sini bukan hanya dari sisi pemandangan tetapi juga memiliki orang-orang yang berkarya menciptakan karya seni dengan luar biasa dan tidak pamrih. Bahkan saking tulus ikhlasnya berkarya, mereka lupa dengan hak cipta. Seperti Pak Nyoman Gunarsa yang karyanya banyak dipalsukan.

Tidak tertarik menjadi seniman?

Kebetulan saya memang lebih suka me-manage seni. Dari kecil saya sudah seperti itu. Apalagi sekolah saya memang bisnis. Saya sekarang memosisikan untuk mampu me-manage seni dan seniman itu sendiri. Jadi seninya adalah me-manage seni.

Bagaimana anda melakukannya ?

Mantan Menparpostel Pak Joop Ave sering bilang, ”I’ve built building. I hope one day orang yang me-manage building itu adalah orang yang memahami, mencintai, dan mencurahkan segalanya untuk seni dan budaya. Pariwisata penting tetapi akarnya adalah seni dan budaya. Jiwanya di situ. Seni dan budaya yang memilikiattraction lengkap.” Ini yang harus saya lakukan untuk me-manage seni.

Ada konsep tertentu ?

Gunakanlah Bali karena memiliki nilai jual yang tinggi. Saya punya ide tagline untuk Indonesia, “Bali the heart of Asia, and the heart of the world”. Artinya Bali dicintai. Kalau kita sudah bilang cinta, Bali mau dibom kek,diapain kek, orang tetap akan datang. Indonesia sudah memiliki kekuatan untuk dicintai di seluruh dunia tinggal bagaimana kita me-manage hal itu, sehingga apa pun yang terjadi orang akan tetap mendukung Bali, dan tentunya Indonesia.

Untuk koleksi pribadi, bagaimana anda memilih?

Karya itu harus unik dan saya anggap memiliki kekuatan, serta memiliki story khusus. Contohnya salah satu lukisan Borobudur Pak Srihadi. Dari awal saya sudah melihat prosesnya. Beliau bilang karya itu memang dibuat untuk saya meskipun tidak pernah dijelaskan bagian mana yang berhubungan dengan saya dan untuk itu saya harus mencari tahu sendiri. Beliau hanya bilang, “Putu, Bapak sangat bangga pada perjuanganmu yang luar biasa.” Saya juga baru mendapat kursi kulit dari Bapak Joop Ave. Saya pikir kenapa harus kursi? Beliau hanya berpesan, “I trust the little boy.” Meski dianggap anak kecil, saya tidak merasa diremehkan, tetapi justru merasa tertantang dan termotivasi untuk berbuat yang terbaik. Untuk lukisan, saya suka gaya abstrak. Abstrak adalah pencapaian tertinggi seni lukis.

Itu sebabnya sekarang banyak pelukis abstrak?

Yang terjadi sekarang terbalik. Sesuatu malah dimulai dari yang abstrak padahal secara fundamental, realisnya belum kuat. Ini bukan mengkritisi, tetapi saya harus berani mengembalikan lagi pada kondisi bahwa para seniman besar sekarang berawal dari realis. Pak Affandi yang maestro abstrak juga mengawalinya dari realis. Untuk itu, seniman-seniman muda jangan mencari jalan pintas. Apapun yang instan tidak akan bisa kuat.

Apakah 2008 ini bagus untuk investasi di bidang seni?

Sangat-sangat oke. Para kolektor tentunya harus memiliki gambaran tentang seni. Karya yang dikoleksi sebaiknya harus sudah memiliki nama karena biasanya memiliki apresiasi tinggi. Bahkan bila lukisan Pak Srihadi dibilang harganya sudah tinggi, masih akan bisa lebih tinggi lagi.

Ada ‘ide gila’ yang ingin diwujudkan?

Saya ingin Indonesia secara budaya bisa dihargai, lalu membuat jaringan the biggest fine art in the world.Semuanya tentang seni Indonesia. Saya juga sedang merencanakan pembangunan galeri besar yang bisa memajang 10.000 karya seni kita pajang. Tahun ini Museum Rudana ingin memberikan Satria Seni Awardyang ketiga. Ini ajang 4 tahunan museum.

Pria santun ini mengaku ia sangat berbahagia sekali sewaktu Presiden SBY menjulukinya Mr.Excellent. “Saya merasa ini sebuah tanggung jawab sehingga saya tidak boleh salah dalam bertindak,” kata pria yang berambisi membangun ‘kerajaan bisnis seni’ dan menjadikan Bali sebagai living culture island.

Tahun 1998, setelah menamatkan S2-nya di Webster University of St. Louis, Amerika, Putu mantap menjalankan bisnis keluarga yang sudah dirintis ayahnya. Ia menyatukan anak perusahaan ke dalam satu payung, yakni GRP Corporation (Grup Rudana dan Putra) yang terbagi atas empat divisi: GRP Art Incorporated yang bergerak di bidang seni; GRP Investment Enterprises yang menginvestasikan dananya ke industri ritel bahan bakar minyak (SPBU Pertamina), vila, hotel, dan properti; GRP Trading Company, yang bergerak di bidang jasa; serta GRP Consulting untuk bidang konsultasi baik manajemen, legal dan bisnis administrasi.

Di tengah kesibukannya memimpin perusahaan, Putu—yang ternyata bersuara merdu saat bersenandung di mobil—juga aktif berorganisasi. Saat ini ia menjadi Wakil Ketua Hiswana Migas Bali (Himpunan Pengusaha Minyak dan Gas Bumi), Ketua III Persatuan Golf Indonesia (sering menjuarai turnamen di Bali dengan handicap 12), serta Ketua III Himusba (Himpunan Museum Bali).

Bersambung…